Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jangankan Masyarakat, Pemprov DKI Punya Aset Tak Bersertifikat"

Kompas.com - 26/07/2018, 11:24 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Persoalan hak atas tanah turut menjadi salah satu penyumbang banyaknya masalah sosial Jakarta.

Banyak warga yang terpaksa harus rela digusur dari lahan yang telah ditempati selama puluhan tahun, lantaran tidak memiliki sertifikat tanah.

Dalam persoalan ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta harus menjadi pihak yang paling bertanggung jawab. Pasalnya, seringkali 'pelayanan' yang diberikan saat masyarakat mengurus sertifikat berlebihan.

Baca juga: Benahi Kampung, Solusi Jakarta Kumuh

"Misalnya, masyarakat kampung yang mau urus sertifikat, disuruh bayar Rp 3 juta. 'Oh enggak punya duit saya'," kata Yu Sing kepada Kompas.com, Selasa (24/7/2018).

"Jangankan masyarakat. Bahkan Pemprov DKI pun masih memiliki aset yang tidak bersertifikat," tambah dia.

Wajah kini normalisasi Sungai Ciliwung di Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (26/10/2017). Warga Bukit Duri yang mengajukan gugatan class action (gugatan yang diajukan seseorang atau sekelompok kecil orang atas nama sebuah kelompok besar) telah dimenangkan majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (24/10/2017). Mereka berhak untuk menerima ganti rugi setidaknya Rp 18,6 miliar. KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMOKOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Wajah kini normalisasi Sungai Ciliwung di Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (26/10/2017). Warga Bukit Duri yang mengajukan gugatan class action (gugatan yang diajukan seseorang atau sekelompok kecil orang atas nama sebuah kelompok besar) telah dimenangkan majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (24/10/2017). Mereka berhak untuk menerima ganti rugi setidaknya Rp 18,6 miliar. KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO
Pada 2016 lalu, berdasarkan data Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, tercatat ada 2.800 aset Pemprov DKI yang tidak bersertifikat.

"Pemerintah sendiri tidak mampu bikin sertifikat, bagaimana masyarakat? Banyak sekali kan. Artinya ada masalah agraria," tambah Yu Sing.

Sertifikat lahan menjadi salah satu benda penting dalam upaya membenahi persoalan wilayah kumuh di Jakarta.

Baca juga: Meski Ada Program 100-0-100, Tak Ada Jaminan Jakarta Bebas Kumuh

Tanpa adanya sertifikat, pemerintah tidak bisa sembarang masuk untuk membenahi kondisi kumuh di suatu kampung.

"Memang betul di kampug itu ada pendatang baru, rumah liar. Tapi sebagian besar di kampung itu ada yang belum diberi haknya kok," cetus Yu Sing.

Yu Sing menambahkan, pemerintah sebenarnya memiliki instrumen untuk membantu masyarakat mendapatkan hak atas sertifikat lahan.

Kondisi Rumah Ibu ku Sudaryati di Bidara Cina, Jakarta Timur, Rabu (7/2/2018)Stanly Ravel Kondisi Rumah Ibu ku Sudaryati di Bidara Cina, Jakarta Timur, Rabu (7/2/2018)
Ketentuan itu salah satunya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Baca juga: Rusunawa, Solusi atau Masalah Baru Bagi Jakarta?

Di Pasal 24 ayat 2 terkait Pembuktian Hak Lama disebutkan 'Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu pendahulunya'.

"Sayangnya, proses pelayanan daerah ini tidak pernah disentuh oleh siapapun kapala daerahnya, karena itu kuncinya," kata Yu Sing.

Rusunawa Tambora, Angke, Jakarta Barat pada Senin (19/3/2018).RIMA WAHYUNINGRUM Rusunawa Tambora, Angke, Jakarta Barat pada Senin (19/3/2018).
Dengan mengacu aturan tersebut, ia mengungkapkan, proses pembuktian status kepemilikan tanah sebenarnya menjadi lebih mudah.

Masyarakat cukup membawa sanak famili, kerabat, atau sesepuh kampung untuk membuktikan bahwa dirinya memang benar telah tinggal di sana lebih dari 20 tahun.

Baca juga: Jakarta Harus Belajar Mengelola Sungai dari Jepang

Namun upaya tersebut sering dihindari pemerintah lantaran akan membuat proses pengurusan sertifikat tanah menjadi lebih efisien.

"Padahal kalau haknya itu selesai diberikan, itu bisa menjadi landasan pemerintah untuk menata kampung," tutup dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau