Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rusunawa, Solusi atau Masalah Baru Bagi Jakarta?

Kompas.com - 25/07/2018, 13:13 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.comJelang pelaksanaan Asian Games ke-18 di Jakarta, berbagai persoalan yang semestinya dapat diselesaikan sejak dini justru bermunculan.

Sebut saja, penataan trotoar di kawasan Jalan Sudirman-Thamrin yang tak kunjung selesai, serta rusaknya Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kalijodo karena minim perawatan.

Belum lagi persoalan bau serta hitamnya Kali Sentiong atau yang lebih dikenal sebagai Kali Item, yang mengalir di samping Wisma Atlet Kemayoran.

Padahal, Jakarta merupakan ibu kota, sekaligus etalase Negara Indonesia. Seluruh mata bangsa-bangsa Asia memandang Jakarta selama dua pekan penyelenggaraan perhelatan olahraga akbar ini yang dimulai pada 18 Agustus mendatang.

Kompas.com mencoba mengurai permasalahan Metropolitan Jakarta dari berbagai sudut pandang, arsitektur, desain perkotaan, penataan ruang dan wilayah, dan sosial ekonomi, berikut solusinya.

Artikel ini merupakan bagian kelima dari liputan khusus  Jakarta Menantang Zaman. Bagian pertama Anda bisa membuka tautan ini, artikel kedua ada di sini, tulisan ketiga bisa Anda lihat pada tautan berikut ini, dan artikel keempat bisa dilihat di sini.

Hunian

Tak hanya banjir, pemilikan hunian juga menjadi persoalan pelik yang tak kunjung terselesaikan.

Kondisi kali di Bukit Duri dan Kampung PuloStanly Kondisi kali di Bukit Duri dan Kampung Pulo
Di Jakarta, angka backlog perumahan berdasarkan data Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Kementerian PUPR mencapai 1.276.424 unit.

Tingginya angka tersebut lantaran jumlah lahan di Jakarta kian terbatas yang memicu harga rumah makin tak terkendali.

Akibatnya, banyak masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak memiliki kemampuan memiliki rumah di tengah kota. Padahal ruang lingkup kerja mereka ada di sana.

Salah satu upaya Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengatasi hal ini adalah dengan membangun banyak rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Namun, rusunawa juga mulai bergeser ke daerah pinggiran lantaran harga lahan yang semakin mahal.

"Akhirnya jarang bisa bikin rusun di tengah kota, ada paling 1-2, itu pun lahan negara seperti di Jatinegara," kata arsitek dari Studio Akanoma, Yu Sing, saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa (24/7/2018)

Mau tidak mau, masyarakat pada akhirnya terpaksa 'manut' dengan solusi yang ditawarkan Pemprov DKI.

Rusunawa TamboraKahfi Dirga Cahya/KOMPAS.COM Rusunawa Tambora
Dengan dalih penataan serta memberikan ruang hidup lebih layak, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) didorong tinggal di rusunawa bila masih ingin memiliki tempat tinggal yang dekat dengan tempat kerja.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau