Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saatnya Jakarta Bersahabat dengan Air

Kompas.com - 25/07/2018, 09:03 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

"Memang, kondisi sekarang tidak bisa disamakan dengan dulu. Tetapi dari kondisi dulu kita tahu jangan-jangan sebetulnya yang salah itu paradigma menghadapi banjir. Proyek normalisasi itu kan mengeringkan Jakarta, membuang air ke laut, mengirim air ke laut," tutur Yu Sing.

Ganti paradigma

Hingga kini, Pemprov DKI Jakarta masih belum memiliki road map penyelesaian masalah banjir secara komprehensif. Akibatnya, penanganan banjir dilakukan secara sporadis.

Seperti dalam proyek normalisasi sungai. Selain melawan alam, kata Yu Sing, anggaran yang perlu dikeluarkan pemerintah juga tidak sedikit.

Di samping itu, normalisasi hanyalah solusi sesaat karena akan menimbulkan rentetan masalah lain, seperti membuat cadangan air tanah terus terkuras hingga penurunan permukaan tanah.

Ia mengatakan, pemerintah perlu mengubah paradigma penanganan banjir dengan cara yang lebih bersahabat dengan alam.

Memang, membutuhkan waktu yang cukup lama. Namun, perlahan tapi pasti masalah ini dapat diselesaikan dengan cara lebih baik.

"Kalau paradigmanya dari sekarang berubah, bersahabat dengan air. Menyediakan ruang air yang banyak," kata dia.

Ada berbagai cara yang bisa dilakukan untuk menambah ruang air. Misalnya, menambah daerah retensi, mengubah rancangan ruang terbuka hijau (RTH), hingga membongkar beton yang ada di dinding sungai.

Sungai Tsurumi, Jepang.Pixabay Sungai Tsurumi, Jepang.
Jakarta dapat belajar dari Jepang bagaimana pemerintah disana memanfaatkan ruang-ruang publik sebagai daerah retensi. Ketika hujan turun, ruang publik sengaja dibiarkan banjir.

Air tersebut dibiarkan hilang sedikit demi sedikit agar terserap ke dalam tanah, sehingga mampu menjadi cadangan air tanah.

Untuk RTH, Pemprov DKI Jakarta dapat merancang desain ruang terbuka yang lebih rendah dari jalan sebagai daerah resapan.

Tujuannya, agar ketika hujan turun dan menyebabkan jalanan banjir, air tidak langsung dibuang ke saluran pembuangan.

Sebaliknya, air dialirkan terlebih dahulu ke taman yang memiliki area terbuka yang luas, sehingga dapat terserap ke dalam tanah dengan baik. Sisanya, yang tidak bisa terserap ke dalam tanah bisa dialirkan melalui saluran pembuangan.

"Itu juga sudah berkurang lumayan," cetus Yu Sing.

Sungai Tsurumi, Jepang.Takano Oh Hashi Sungai Tsurumi, Jepang.
Adapun untuk pembongkaran beton pada dinding sungai bertujuan agar aliran air yang mengalir di sungai tidak langsung dibuang ke laut.

Sebaliknya, aliran tersebut dibiarkan terserap ke dalam tanah melalui dinding sungai.

Yu Sing meyakini, bekerja sama dengan alam adalah cara terbaik untuk mengatasi banjir Jakarta.

Dengan mengubah paradigma perencanaan, ke depan banjir tak lagi menjadi sebuah musibah, tetapi memang sebagai bagian dari pengembalian tata kota Jakarta sebagai kota air.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau