Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Relaksasi LTV Dianggap Mengekor Program Anies-Sandi

Kompas.com - 04/07/2018, 08:47 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bak dua sisi mata uang, pelonggaran aturan Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV) dinilai memiliki nilai positif dan negatif.

Di satu sisi kebijakan ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR) hingga 13,46 persen pada saat direalisasikan 1 Agustus mendatang.

Namun di sisi lain, kebijakan ini dapat menjadi bumerang bagi pemerintah apabila gagal dieksekusi.

Baca juga: Bisnis Properti Lesu Ditengarai Jadi Alasan Relaksasi LTV

Alhasil, pemerintah pun hanya dianggap meniru langkah Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, yang ingin menghadirkan program rumah dengan uang muka atau down payment (DP) 0 persen di Jakarta, yang hingga kini belum terbukti realisasinya.

Asisten Deputi Gubernur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Filianingsih Hendarta mengatakan, hingga Mei 2018, pertumbuhan KPR baru berada pada posisi 12,75 persen.

Kebijakan ini diyakini baru akan dirasakan dampaknya setelah sembilan bulan direalisasikan.

"Elastisitas pertumbuhan kredit terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Non Performing Loan (NPL) baru akan terasa bulan berikutnya. Sementara untuk suku bunga kredit dan deposito pada triwulan yang sama. Hasil optimal pertumbuhan kredit baru 3 bulan berikutnya," jelas Fillianingsih ketika memberikan keterangan kepada awak media di Jakarta, Senin (2/7/2018).

Keyakinan serupa juga dirasakan oleh kalangan perbankan. Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Maryono menilai, relaksasi LTV akan mendorong permintaan properti karena DP yang dibayarkan akan menjadi lebih kecil.

Baca juga: Pengembang Properti Anggap Relaksasi LTV Tak Berpengaruh Signifikan

Selain itu, relaksasi kebijakan juga dapat mendorong masyarakat yang ingin berinvestasi di sektor perumahan.

"Karena didasarkan kepada income rule dan pemberian KPA-nya bisa indent sehingga harganya bisa lebih murah," jelas Maryono di Gedung Bidakara, Jumat (29/6/2018) malam.

Untuk diketahui, melalui pelonggaran ini, BI memberikan kebebasan kepada perbankan mengatur rasio LTV kredit properti dan pembiayaan properti fasilitas rumah pertama untuk semua tipe.

Calon pembeli properti pertama pun dapat mengajukan KPR dengan DP rendah bahkan hingga 0 persen.

Namun demikian, perbankan diharapkan dapat menerapkan sistem manajemen risiko yang baik sebelum menyetujui pengajuan KPR dengan DP 0.

Belum Terbukti

Sejurus dengan kebijakan ini, Pemerintah Provinsi DKI juga kerap menggaungkan wacana rumah DP 0 rupiah. Wacana tersebut merupakan janji kampanye Anies Baswedan selama masa kampanye Pilgub DKI 2017.

Kenyataannya, hingga kini program rumah DP 0 rupiah juga belum terealisasi.

Pemprov DKI memang telah melakukan groundbreaking pembangunan rumah vertikal atau rumah susun di kawasan Klapa Village, Duren Sawit, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu.

Namun, sampai saat ini, rumah tersebut belum bisa dipesan.

Baca juga: Pengamat: Relaksasi LTV Hanya Dinikmati Kelas Menengah

Dosen Kelompok Keahlian Perumahan Permukiman Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SKPPK) Institut Teknologi Bandung (ITB) Jehansyah Siregar menilai, kebijakan BI kali ini seakan 'latah' dengan wacana rumah DP 0 yang digagas Pemprov DKI.

"BI ini apakah betul mendapat masukan dari sektor perumahan rakyat atau mau ikut-ikutan politis, enggak mau kalah sama Anies. Jadi lucu, Anies saja programnya belum terbukti ngapain diikut-ikutin?" kata Jehan kepada Kompas.com, Selasa (3/7/2018).

Menurut dia, masyarakat sebenarnya memiliki kemampuan untuk membeli rumah meski harus menyetorkan sejumlah uang untuk DP.

Kalaupun BI ingin merelaksasi LTV, paling tidak harus ada uang muka yang harus diserahkan masyarakat ketika ingin mengajukan KPR, minimal 1 persen.

Baca juga: Relaksasi LTV Dikhawatirkan Dorong Pertumbuhan Kredit Macet

"Itu masih terjangkau. Bagi kreditur DP 1 persen itu paling sekitar Rp 1,5 juta, cicilan juga Rp 1 jutaan, masa enggak terjangkau? Enggak masuk akal lah," ujarnya.

Selain itu, ia khawatir, kebijakan ini justru lebih banyak akan dimanfaatkan kelompok masyarakat kelas menengah dibandingkan masyarakat berpenghasilan rendah atau yang bekerja di sektor informal.

Pasalnya, tentu ada syarat penghasilan yang harus dipenuhi guna memastikan aspek kemampuan dalam menyicil KPR setiap bulannya.

"Yang miskin tidak akan pernah bisa FLPP dan tidak akan bisa KPR. Walaupun DP-nya dinolkan bahkan sampai minus," kata Jehan.

Blunder

Jehan menyarankan BI mengkaji ulang rencana pelonggaran ini. Menurut dia, kebijakan ini hanya bersifat populis yang belum terbukti realisasinya.

"Tidak usah latah DP 0 persen tetapi tidak tepat sasaran dan tidak mengatasi kebutuhan perumahan rakyat. Karena memang bukan itu yang dibutuhkan rakyat," kata dia.

Jehan menduga, langkah yang dilakukan BI kali ini tidak terlepas dari perhelatan Pilpres 2019 yang akan digelar kurang dari sembilan bulan lagi.

Hal itu sejurus dengan prediksi BI, dampak kebijakan ini paling tidak baru bisa dirasakan sembilan bulan pasca diterapkan pada awal Agustus mendatang.

"Ini akan menjadi blunder, ikut blunder DP 0-nya Anies. Ini bisa jadi Jokowi ikut blunder juga," cetus dia.

Jehan khawatir, pemerintah nantinya akan dibenturkan dengan kelompok miskin ketika kebijakan ini diterapkan. Pasalnya, hal serupa juga telah menimpa Anies dengan program rumah DP 0-nya.

Seperti diketahui, program hunian vertikal di Klapa Village hanya bisa diikuti oleh mereka yang ber-KTP DKI dan memiliki penghasilan di bawah Rp 7 juta dan minimum setara UMP DKI Jakarta.

"Ini sama saja ngasih bahan bakar untuk oposisi ini. Mereka akan membenturkan hal ini dengan kelompok yang membutuhkan rumah rakyat," tuntas Jehan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau