Salah satu faktor pendorongnya adalah Festival Kuliner Kampung Lebaran. Menurutnya, acara ini merupakan salah satu ciri khas dan menjadi tujuan alternatif pengunjung selama musim liburan.
“Selama Lebaran banyak tempat yang tutup, nah Solo Paragon menyediakan alterntif kuliner untuk pengunjung baik dari dalam maupun luar kota selama Lebaran,” ungkap Aji.
Solo Paragon Mall memang membidik segmen pasar dengan Sosial Ekonomi Status (SES) A+. Untuk itu mayoritas peritel dan pengunjung memang dari kelompok SES tersebut.
Tingkat okupansinya sendiri saat ini mencapai 97 persen komposisi 60 persen peritel sektor fashion dan 40 persen untuk food and beverage.
Sektor utilitas berada di urutan ketiga, sisanya ada pada layanan jasa.
Pengunjung mal yang sudah berdiri sejak tahun 2010 ini tidak datang untuk sekadar nongkrong, melainkan juga menikmati kuliner yang ditawarkan.
“Jadi menurut saya pengunjung tidak hanya nongkrong tapi juga makan minum dan berbelanja,” ujar Aji.
Tak jauh berbeda dengan The Park Mall dan Solo Paragon Mall, Solo Grand Mall juga mengalami pertumbuhan kunjungan selama libur Idul Fitri.
Padahal biasanya pada hari biasa, mal ini hanya dikunjungi 10.000 sampai 15.000 orang pada hari kerja, dan 15.000 hingga 20.000 orang pada akhir pekan.
Public Relation Solo Grand Mall Ni Wayan Ratrina mengaku semua peritel dipenuhi pengunjung. Baik itu peritel fashion, kuliner, maupun permainan anak.
Salah satu keunggulan Solo Grand Mall ada pada sektor food and beverage, tepatnya di food court yang terletak di lantai tiga, dengan komposisi sekitar 30 hingga 40 persen.
Sisanya ada pada sektor fashion, permainan anak, dan IT.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.