Darmaningtyas mengaku sudah memberikan saran kepada pemerintah dan pengelola tol PT Jasamarga Solo Ngawi (JSN) agar tidak membuka ruas ini kendatipun bersifat fungsional.
"Karena akan sangat berisiko, secara faktual ruas ini masih darurat. Bukan fungsional," ujar dia.
Faktor kedua adalah minimnya kecelakaan lalu lintas yang sejatinya lebih disebabkan oleh kelalaian pengemudi.
Faktor ketiga, lanjut Darmaningtyas, adalah mulusnya ruas-ruas di beberapa jalan fungsional, seperti Solo-Ngawi sepanjang 90 kilometer, Ngawi-Kertosono sepanjang 87,02 kilometer, dan Gempol-Pasuruan sepanjang 34,15 kilometer.
"Yang kami nilai masih minus hanya ruas Salatiga-Kartasura yang merupakan bagian dari tol fungsional Semarang-Solo," ucap Darmaningtyas.
Sementara ruas-ruas lain yang disebut di atas hanya kekurangan rambu lalu lintas, marka jalan, serta belum tuntasnya pekerjaan jembatan, underpass, dan fly over.
Dia memprediksi puncak arus mudik tahun ini akan terjadi pada tanggal 13 dan 14 Juni saat pegawai swasta dan entrepreuneur mengambil cuti Lebaran.
Pada saat itu juga, Darmaningtyas menyakini, tidak akan terjadi penumpukan kendaraan signifikan di beberapa ruas tol baik yang sudah operasional maupun fungsional.
Konsentrasi jumlah pemudik sudah terpecah-pecah begitu sampai Pekalongan, Batang, dan Semarang. Yang patut diwaspadai dan diantisipasi dengan matang justru saat arus balik.
"Masyarakat tidak tahu kapan terjadi puncak arus balik. Ini yang harus ditangani dengan komprehensif," tuntas Darmaningtyas.
Saksikan video reportase perjalanan mudik Tim Merapah Trans-Jawa berikut ini: