Dan sekarang, ditambah satu lagi perihal penyiapan teror. Kita jadi bertanya, apakah tetangga kita teroris?
Apakah ada yang salah dengan kota kita?
Kejadian luar biasa di Surabaya membuka mata kita, bahwa kota kita sangat manusiawi, hidup dan berkembang bersama warganya.
Masih segar dalam ingatan saya, 18 belas tahun lalu keyika bom teroris diledakkan di gedung Bursa Efek Jakarta tempat saya bekerja tepat di depan mobil milik saya yang diparkir di ruang bawah tanah 2.
Hanya berselang dua tahun dari saat bersama rekan-rekan profesional kami menyerukan gerakan moral reformasi di gedung yang sama untuk menurunkan rezim.
Kota Jakarta, dan kota-kota lain Indonesia tidak lagi sama setelah tahun 2000. Semua gedung dan fasilitas publik kini tidak lagi memberi ruang bebas kita bergerak. Pemerikasaan ketat dan metal detector menjadi fitur penghubung warga dengan fasilitas publik.
Surabaya pun kini baru saja dibunyikan alarm bagun pagi nya. Kota terbesar kedua di Indonesia ini harus mengevaluasi dan menata perbaikan.
Ternyata manajemen kota mikro saat ini dengan melihat kota Surabaya ke dalam, untuk warga Surabaya, tidak serta merta menjamin kehidupan warga yang aman. Ada faktor tetangga yang hilang, dan nilai-nilai bertetangga terancam.
Kalau kita teliti skala, pola ruang kegiatan dan membaurnya teroris diantara kehidupan sehari-hari warga kota, maka perlu ditinjau kembali efektifitas visi manajemen kota. Dengan jumlah penduduk 3,2 juta, kota Surabaya tidak berdiri sendiri secara eksklusif.
Arus komuter semakin besar. Harusnya, angka itulah yang menjadi baseline perencanaan dan manajemen kota.
Kota ini membutuhkan visi yang jelas sebagai bagian dari kota-kota dunia yang berpengaruh. Jangan hanya fokus jadi kota kecil.
Megapolitan ini adalah kota terbesar kedua setelah Jakarta di belahan bumi Selatan Asia Pacific, lebih besar dari kota manapun di Australia dan lain-lain.
Dengan demikian sepatutnya kota Surabaya mampu beradaptasi dengan dorongan kota yang semakin kosmopolitan, beragam dan terus menerus menerima masuk dan keluar orang-orang luar.
Pemerintah kota harus menyadari bahwa kota semakin mendunia, baik karena perkembangan transportasi, bisnis, tapi juga kemudahan karena internet-of-things.