Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bernardus Djonoputro
Ketua Majelis Kode Etik, Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP)

Bernardus adalah praktisi pembiayaan infrastruktur dan perencanaan kota. Lulusan ITB jurusan Perencanaan Kota dan Wilayah, dan saat ini menjabat Advisor Senior disalah satu firma konsultan terbesar di dunia. Juga duduk sebagai anggota Advisory Board di Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung ( SAPPK ITB).

Selain itu juga aktif sebagai Vice President EAROPH (Eastern Region Organization for Planning and Human Settlement) lembaga afiliasi PBB bidang perencanaan dan pemukiman, dan Fellow di Salzburg Global, lembaga think-tank globalisasi berbasis di Salzburg Austria. Bernardus adalah Penasehat Bidang Perdagangan di Kedubes New Zealand Trade & Enterprise.

Tetanggaku Teroris?

Kompas.com - 19/05/2018, 21:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KAMIS minggu lalu, berkumpul para periset dan ahli dari universitas terkemuka di Surabaya. Saya hadir dalam rangka melaksanakan tugas sebagai Penasihat Infrastruktur di Australia Indonesia Center.

Sejujurnya saya begitu berapi-api membanggakan kepada para mitra asing yang hadir, betapa dinamika dan kemajuan di kota Surabaya, dengan ciri kehidupan ruang-ruang kota yang nyata lebih tertata dibandingkan kota lain di Indonesia.

Hanya berselang tiga hari, terjadi malapetaka keganasan teroris yang merobek-robek hati kita. Bagaimana tidak, teror keji dilakukan oleh keluarga, unit inti dari masyarakat di mana akhlak dan hal-hal privat dan kepatutan seharusnya dibangun.

Teror terjadi dalam pola realita ruang kota, di mana hak masyarakat untuk hidup aman dan nyaman dicerabut secara paksa.

Secara fisik kota, runtutan kejadian dan lokasi tinggal para teroris memperlihatkan realita pola interaksi yang signifikan dalam konteks ruang kota.

Warga menikmati suasana malam di Taman Bungkul di Jalan Raya Darmo, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (3/12/2013). Taman ini merupakan tempat publik yang paling lengkap karena mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat dari berbagai lapisan sosial dan usia.KOMPAS/JUMARTO YULIANUS Warga menikmati suasana malam di Taman Bungkul di Jalan Raya Darmo, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (3/12/2013). Taman ini merupakan tempat publik yang paling lengkap karena mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat dari berbagai lapisan sosial dan usia.
Coba lihat episentrum target. Gereja-gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Ngagel, GKI Jalan Diponegoro dam Pantekosta Jalan Arjuna, segitiga lokasi beradius tak lebih dari 4 kilometer.

Rupanya ini menjadi radius taktis serangan, sehingga dengan motor roda dua, dapat dilakukan simultan bersamaan.

Dari tempat tinggal pelaku utama di Wisma Indah, Kelurahan Wonorejo di Rungkut, targetnya berjarak 9 kilometer, atau maksimal 10-15 menit bersepeda motor.

Yang menarik, kalau kita petakan jarak relatif tempat-tempat di mana aparat menengarai tinggal para komplotan, Jalan Sikatan, Puri Maharani Sukodono, Rusunawa Wonocolo, Dukuh Pakis.

Walaupun semua berjarak dalam radius 10 kilometer dari episentrum, namun berlokasi juga di kabupaten sebelahnya.

Suasana malam di Jalan Tunjungan, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (6/8/2016). Bangunan tua dan lampu-lampu hias membuat Jalan Tunjungan menjadi salah satu spot favorit liburan di Surabaya.KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA Suasana malam di Jalan Tunjungan, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (6/8/2016). Bangunan tua dan lampu-lampu hias membuat Jalan Tunjungan menjadi salah satu spot favorit liburan di Surabaya.
Semua itu adalah kantung-kantung pemukiman masyarakat. Saya membayangkan, tentunya interaksi para pelaku pun dilakukan di ruang-ruang publik kita, yang terdiri atas unit-unit terkecil di level tetangga (neighbourhood).

Banyak perihal kemanusiaan terjadi dalam level tetangga. Dari mulai interaksi remaja yang menghasilkan persemaian cinta monyet sampai berjodoh membangun keluarga.

Dari perkelahian antarlorong, petualangan malam di lokasi layar tancap misbar (gerimis bubar), sampai perselingkuhan di taman sebelah yang lebih hijau rumputnya.

Banyak potensi kebersamaan terjalin kuat, menghadapi tantangan keamanan, keteraturan, dan siskamling alias begadang bersama tetangga sebelah.

Dermaga Ujung di Pelabuhan Tanjung Perak SurabayaKOMPAS.com/Achmad Faizal Dermaga Ujung di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya
Tapi ruang-ruang privat pun kadang bercampur dengan ruang publik. Penyerobotan ruang pribadi kerap menjadi biang keladi ketidakrukunan.

Dan sekarang, ditambah satu lagi perihal penyiapan teror. Kita jadi bertanya, apakah tetangga kita teroris?

Apakah ada yang salah dengan kota kita?

Kejadian luar biasa di Surabaya membuka mata kita, bahwa kota kita sangat manusiawi, hidup dan berkembang bersama warganya.

Masih segar dalam ingatan saya, 18 belas tahun lalu keyika bom teroris diledakkan di gedung Bursa Efek Jakarta tempat saya bekerja tepat di depan mobil milik saya yang diparkir di ruang bawah tanah 2.

Hanya berselang dua tahun dari saat bersama rekan-rekan profesional kami menyerukan gerakan moral reformasi di gedung yang sama untuk menurunkan rezim.

Cakrawala Jakarta yang sarat gedung pencakar langit.worldpropertychannel.com Cakrawala Jakarta yang sarat gedung pencakar langit.
Kota Jakarta, dan kota-kota lain Indonesia tidak lagi sama setelah tahun 2000. Semua gedung dan fasilitas publik kini tidak lagi memberi ruang bebas kita bergerak. Pemerikasaan ketat dan metal detector menjadi fitur penghubung warga dengan fasilitas publik.

Surabaya pun kini baru saja dibunyikan alarm bagun pagi nya. Kota terbesar kedua di Indonesia ini harus mengevaluasi dan menata perbaikan.

Ternyata manajemen kota mikro saat ini dengan melihat kota Surabaya ke dalam, untuk warga Surabaya, tidak serta merta menjamin kehidupan warga yang aman. Ada faktor tetangga yang hilang, dan nilai-nilai bertetangga terancam.

Kalau kita teliti skala, pola ruang kegiatan dan membaurnya teroris diantara kehidupan sehari-hari warga kota, maka perlu ditinjau kembali efektifitas visi manajemen kota. Dengan jumlah penduduk 3,2 juta, kota Surabaya tidak berdiri sendiri secara eksklusif.

Seorang anak melintasi gang warna-warni di kampung Rawabambu, Kalibaru, Bekasi, Kamis (8/2/2018). Penataan kawasan kumuh terus dilakukan di BekasiKompas.com/Setyo Adi Seorang anak melintasi gang warna-warni di kampung Rawabambu, Kalibaru, Bekasi, Kamis (8/2/2018). Penataan kawasan kumuh terus dilakukan di Bekasi
Cairnya kehidupan warga lintas yuridiksi daerah, menuntut pemkot harus menjadi bagian tak terpisahkan dari manajemen megapolitan Gerbangkertasusila dengan total penduduk kira-kira 11 juta.

Arus komuter semakin besar. Harusnya, angka itulah yang menjadi baseline perencanaan dan manajemen kota.

Kota ini membutuhkan visi yang jelas sebagai bagian dari kota-kota dunia yang berpengaruh. Jangan hanya fokus jadi kota kecil.

Megapolitan ini adalah kota terbesar kedua setelah Jakarta di belahan bumi Selatan Asia Pacific, lebih besar dari kota manapun di Australia dan lain-lain.

Dengan demikian sepatutnya kota Surabaya mampu beradaptasi dengan dorongan kota yang semakin kosmopolitan, beragam dan terus menerus menerima masuk dan keluar orang-orang luar.

Pemerintah kota harus menyadari bahwa kota semakin mendunia, baik karena perkembangan transportasi, bisnis, tapi juga kemudahan karena internet-of-things.

Warga melakukan aktivitas di bantaran kali di Jalan Jati Bunder, Kelurahan Kebon Melati, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (5/9/2017). Pemprov DKI Jakarta bersama dengan Pemerintah Pusat akan menata kawasan kumuh melalui program 100-0-100 yang dicanangkan Kementerian Pekerjaan umum dan Perumahan Rakyat dengan target Jakarta bebas dari kawasan kumuh pada 2019 mendatang.KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Warga melakukan aktivitas di bantaran kali di Jalan Jati Bunder, Kelurahan Kebon Melati, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (5/9/2017). Pemprov DKI Jakarta bersama dengan Pemerintah Pusat akan menata kawasan kumuh melalui program 100-0-100 yang dicanangkan Kementerian Pekerjaan umum dan Perumahan Rakyat dengan target Jakarta bebas dari kawasan kumuh pada 2019 mendatang.
Untuk membina penduduk agar mengenali ancaman, memang kompeks. Namun merupakan tanggung jawab pemerintah kota untuk menciptakan kehidupan bertetangga yang mawas, dengan memperhatikan profill kota diatas.

Tren kota layak huni dunia saat ini membentuk compact city, di mana warga hidup dalam unit-unit lingkungan yang semakin padat.

Infrastruktur massal kota pun didesain berskala manusia, berbasis pejalan kaki dan kendaraan umum, dengan intensitas bangunan tinggi.

Perencanaan sosial kemasyarakat, aturan komunitas hidup bertetangga dan saluran kearifan lokal, harus dapat diserap dalam proses perancanaan dan rancang kota.

Mari bebenah, semangat!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau