Selain itu, kebersihan toilet juga dipandang bisa menangkal hadirnya narkoba atau prostitusi di Negeri Paman Sam.
Berdasarkan studi otoritas kota New York yang dilansir BBC, pada 2013, sedikitnya 58 persen manajer ritel di kota itu telah menemukan penggunaan narkoba di toilet toko mereka.
Tak hanya karena masalah-masalah di atas, pembatasan akses toilet dalam toko juga disebabkan fakta tingginya angka tunawisma.
Peritel di Negeri Liberty umumnya tak berharap toilet maupun area tokonya menjadi tempat utama bagi para tunawisma.
Mengacu data National Alliance to End Homelessness 2017 Statistics, paling tidak terdapat 500.000 tunawisma di seantaro Amerika Serikat. Dari angka tersebut, 34 persennya menggelandang di jalan raya.
Berubah
Setelah menghadapi krisis komunikasi akibat sengkarut toilet, Starbucks kini berupaya memperbaiki citra.
Komitmen itu disampaikan langsung Executive Chairman Starbucks Howard Schultz, Jumat (11/5/2018).
Menurut Schultz, kasus dicokoknya dua tamu oleh kepolisian di Philadelphia memberi pelajaran atas pentingnya keberagaman.
"Sebelumnya tidak ada aturan spesifik, yang mana toilet baru bisa dipakai ketika tamu sudah berbelanja sesuatu. Kebijakan seperti itu juga bergantung pada masing-masing manajer toko," ucapnya.
Namun, kondisinya sekarang mulai diubah. "Kini, kami memberi akses toilet seluasnya bagi siapa pun," tegas Schultz.
Dengan langkah membuka toiletnya untuk semua orang, apakah Starbucks mampu mencegah kasus bernuansa SARA terulang? Waktu yang akan menjawabnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.