Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Toilet yang Menggulung Starbucks dalam Prahara...

Kompas.com - 12/05/2018, 14:30 WIB
Haris Prahara,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

NEW YORK, KOMPAS.com - Toilet. Bilik ini bisa dibilang tempat paling privat bagi kita.

Mau merenung, bisa. Mau menyanyi sumbang tanpa ada yang menertawakan, juga bisa. Di situlah tempatnya.

Namun, siapa sangka tempat itu dapat pula menjadi sumber malapetaka. Seperti yang tengah dialami kedai kopi kelas wahid, Starbucks.

Peritel Amerika Serikat tersebut mengalami guncangan bertubi-tubi dalam beberapa waktu terakhir.

Semuanya, jika ditelaah, bertitik pangkal pada urusan toilet.

Terbaru, Starbucks dinilai lalai mengawasi penggunaan toiletnya. Bagaimana tidak, kamera pengintai bisa sampai terpasang di dalam toilet dan merekam aktivitas para tamunya.

Tempat kejadiannya pada sebuah gerai Starbucks di Toronto, Kanada.

Polisi Toronto sampai turun tangan menangani kasus tersebut. Mereka mendapat laporan pada Rabu (9/5/2018) sekitar pukul 18.00 waktu setempat.

Akan tetapi, berhubung toko sudah telanjur tutup, pihak berwajib baru bisa memeriksa toko pada Kamis lalu.

IlustrasiThinkstock Ilustrasi
Kamera mini itu disembunyikan pada stop kontak yang mengarah persis ke arah kloset. Kamera diduga bisa merekam secara jelas dan detail aktivitas pengguna toilet.

Manajer toko mengklaim, pihaknya segera mencabut baterai setelah keberadaan kamera itu diketahui.

Terkait kasus tersebut, Manajer Senior Komunikasi Starbucks Tim Gallant mengatakan, awak toko bergerak tangkas ketika mendapat informasi ada kamera perekam di dalam toilet. Bahkan, sampai memanggil aparat penegak hukum.

"Karyawan toko tersebut senantiasa membersihkan toilet beberapa kali dalam sehari. Karena itulah, ketika ada ketidakberesan, kami segera mengontak pihak berwajib," ucap Tim.

Menumpang toilet

Sebelum kasus kamera perekam masuk toilet mencuat, Starbucks juga sudah dilanda masalah penggunaan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) saat berjualan.

Awal muara prahara itu sama, yakni toilet.

Pada Kamis (12/4/2018), dua pria masuk ke gerai Starbucks di Philadelphia, Amerika Serikat, dan meminta izin untuk menggunakan kamar kecil.

StarbucksShutterstock Starbucks
Seorang karyawan lantas memberi tahu mereka bahwa fasilitas itu hanyalah untuk konsumen yang membayar.

Dua pria itu akhirnya duduk di dalam kedai tanpa memesan apa pun. Tak lama kemudian, manajer toko menghubungi polisi dan menahan keduanya karena telah masuk tanpa izin.

Peristiwa itu menjadi viral dan Starbucks mendapat sorotan tajam.

Tersadar pihaknya telah memantik bara SARA, Chief Executive Starbucks Kevin Johnson bergerak cepat memadamkan api.

Ia memohon maaf kepada publik terkait perilaku karyawannnya saat melayani pengunjung.

Starbucks lantas menggelar pelatihan massal untuk mencegah kasus serupa terulang.

Sebanyak 8.000 cabang Starbucks di seluruh Amerika Serikat bakal tutup serentak pada 29 Mei mendatang untuk latihan anti-diskriminasi rasial.

Dibatasi

Gelas plastik dan karton StarbucksShutterstock Gelas plastik dan karton Starbucks
Akses fasilitas toilet umum di Amerika Serikat sejatinya tak semudah di negara lain, tak terkecuali Indonesia.

Sejumlah peritel, termasuk Starbucks, membatasi akses toilet mereka. Meminta tamu berbelanja terlebih dahulu sebelum memakai toilet lazim diterapkan peritel Amerika Serikat. 

Bukan tanpa musabab hal seperti itu dilakukan.

Selain menghindari aksi vandalisme, toilet umum juga membutuhkan perawatan rutin agar tetap higenis.

Biaya operasional diharapkan pula bisa ditekan dengan pembatasan tersebut.

Selain itu, kebersihan toilet juga dipandang bisa menangkal hadirnya narkoba atau prostitusi di Negeri Paman Sam.

Ilustrasi toilet umumshutterstock Ilustrasi toilet umum
Berdasarkan studi otoritas kota New York yang dilansir BBC, pada 2013, sedikitnya 58 persen manajer ritel di kota itu telah menemukan penggunaan narkoba di toilet toko mereka.

Tak hanya karena masalah-masalah di atas, pembatasan akses toilet dalam toko juga disebabkan fakta tingginya angka tunawisma.

Peritel di Negeri Liberty umumnya tak berharap toilet maupun area tokonya menjadi tempat utama bagi para tunawisma.

Mengacu data National Alliance to End Homelessness 2017 Statistics, paling tidak terdapat 500.000 tunawisma di seantaro Amerika Serikat. Dari angka tersebut, 34 persennya menggelandang di jalan raya.

Berubah

Setelah menghadapi krisis komunikasi akibat sengkarut toilet, Starbucks kini berupaya memperbaiki citra.

Komitmen itu disampaikan langsung Executive Chairman Starbucks Howard Schultz, Jumat (11/5/2018).

Menurut Schultz, kasus dicokoknya dua tamu oleh kepolisian di Philadelphia memberi pelajaran atas pentingnya keberagaman.

Howard SchultzKOMPAS/ANDREAS MARYOTO Howard Schultz
Schultz mengakui, selama ini kebijakan mengenai penggunaan toilet Starbucks masih abu-abu. Antara boleh atau tidak boleh bagi masyarakat umum.

"Sebelumnya tidak ada aturan spesifik, yang mana toilet baru bisa dipakai ketika tamu sudah berbelanja sesuatu. Kebijakan seperti itu juga bergantung pada masing-masing manajer toko," ucapnya.

Namun, kondisinya sekarang mulai diubah. "Kini, kami memberi akses toilet seluasnya bagi siapa pun," tegas Schultz.

Dengan langkah membuka toiletnya untuk semua orang, apakah Starbucks mampu mencegah kasus bernuansa SARA terulang? Waktu yang akan menjawabnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau