Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rhenald Kasali: Waspada Enam Jebakan Bisnis

Kompas.com - 13/04/2018, 11:15 WIB
Arimbi Ramadhiani,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Akademisi dan praktisi bisnis yang juga guru besar bidang Ilmu manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Rhenald Kasali mengingatkan pengusaha jangan terjebak pada 6 hal saat menjalankan bisnis ritel.

Baca juga : Ini Pertimbangan Peritel Saat Memilih Pusat Belanja

Ia menyampaikan 6 hal tersebut pada Seminar dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Kamis (12/4/2018).

1. Success Trap

"Anda berpikir revolusi industri masih terjadi. Sukses Anda pada masa lalu adalah sukses pada masa depan. Apa yang membuat berhasil di masa lalu akan berhasil di masa depan," ujar Rhenald.

Di satu sisi, ada banyak hal yang berubah seperti zaman, teknik, perilaku seseorang, dan pendapatan masyarakat.

Rhenald mencontohkan, guru-guru saat ini penghasilannya sudah mencapai Rp 8 juta per bulan. Seringkali, masyarakat disodorkan berita tentang guru-guru penempatan yang hidupnya sulit.

"Kalau ke sekolah SD di kota sekarang, parkir mobil penuh itu guru-guru semua," sebut Rhenald.

2. Compentence Trap

Ia menkelaskan, jebakan selanjutnya yang sering membuat pengusaha tidak saadari adalah terkait kompetensi.

Mal.www.shutterstock.com Mal.
Banyak orang yang merasa kompetensinya sudah cukup tanpa mau mempelajari hal baru untuk menghadapi tantangan yang selalu berubah.

3. Cannibalization Trap

Dalam hal ini, orang-orang cenderung takut akan munculnya hal baru. Sebagai contoh, pada awal-awal munculnya digitalisasi yang bukan berasal dari industri konvensional.

Kodak misalnya, saat barru muncul kamera digital, sangat takut tersaingi sehingga "membunuh" tren tersebut sebelum tumbuh.

Namun, seiring berjalannya waktu, Kodak mulai tergantikan kamera digital pada 2011.

"Orang takut dengan kanibalisme sehingga mengakibatkan banyak hal baru tidak bisa dijalankan," jelas Rhenald.

4. Sunk Cost Trap

Jika diartikan secara harfiah, sunk cost berarti biaya tenggelam. Rhenald mencontohkan, hal ini terjadi pada Menara Saidah di Jalan Gatot Subroto, Jakarta.

Aeon Mall Jakarta Garden City, Cakung, Jakarta Timur, sudah memasuki tahap tutup atap, menyusul rampungnya tahapan pembangunan struktur bangunan pusat belanja tersebut. Beroperasi pada akhir 2017 nanti. Dok JGC Aeon Mall Jakarta Garden City, Cakung, Jakarta Timur, sudah memasuki tahap tutup atap, menyusul rampungnya tahapan pembangunan struktur bangunan pusat belanja tersebut. Beroperasi pada akhir 2017 nanti.
Saat pertama kali dibeli oleh Keluarga Saidah, gedung ini langsung ditingkatkan dari 18 lantai menjadi 28 lantai.

Pembangunan ini bukan tanpa perhitungan melainkan menggunakan jasa konsultan struktur. Namun, saat sudah selesai konstruksi, bangunannya diketahui miring beberapa derajat.

Meski angkanya sangat kecil, seluruh penghuninya memutuskan untuk pindah. Gedung ini sudah tidak dihuni sejak 1998, tetapi tidak ada perbaikan atau pembangunan kembali hingga sekarang.

"Itu sunk cost trap, (Keluarga Saidah) merasa sudah keluar uang banyak tapi belum balik modal. Jadi mereka biarkan saja sampai umur fisiknya mati," tutur Rhenald.

5. Blame Trap

Di tengah-tengah penjualan turun, para pengusaha pun cenderung mencari asal-muasal penurunan tersebut.

Pada akhirnya, banyak orang merasa harus ada pihak yang disalahkan atas hal ini. Menurut Rhenald, pengusaha lebih mudah mengatakan bahwa daya beli masyarakat turun.

Situasi pusat belanja Solo Square pukul 10.30 WIB, Selassa (5/7/2016).Sigit P Sarwanto Situasi pusat belanja Solo Square pukul 10.30 WIB, Selassa (5/7/2016).
"Itu betul, seperti di Kalimantan waktu harga batu bara turun drastis, membuat pertumbuhan ekonomi tinggal 0,5 persen. Tapi sekarang kan naik lagi. Memang ada kejadian 1-2 tapi enggak bisa dipukul sama rata," jelas Rhenald.

6. Confirmation Trap

Dalam menganalisis masalah, pengusaha harus membuktikan bahwa dirinya tidak salah dengan meminta pendapat pihak ketiga yang juga berkompeten.

Rhenald mencontohkan pengalaman temannya yang seroang pengusaha. Temannya tersebut memiliki anak sedang belajar wiraswasta di sebuah universitas ternama.

Karena sedang bereksperimen, temannya menyewa tempat yang cukup mahal untuk didirikan restoran.

"Tetapi baru dikerjakan 2 bulan, anaknya enggak betah karena harus berada di sana setiap hari. Akhirnya mama dan papa-nya yang jaga restoran. Padahal mereka enggak punya panggilan buka usaha restoran," sebut Rhenald.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com