Sementara itu, dari sisi konsumen, terlalu banyaknya produk bisa membuat pengambilan keputusan menjadi panjang.
Sebagai adagium sederhana, seseorang yang dihadapkan pada 2 pilihan tentunya bisa lebih mudah memutuskan dibandingkan jika ada 10 pilihan, misalnya.
Kondisi lambatnya konsumen memutuskan pilihan bisa membuat efektivitas layanan tak tercapai.
Konsumen perlu mengamati satu per satu produk dan acap kali bertanya kepada pelayan toko terkait produk-produk tersebut. Pelayan pun mau tak mau mesti melayani setiap pertanyaan yang ada dan itu membutuhkan waktu.
Baca juga: Cara Pesan Minuman Starbucks yang Belum Kamu Ketahui
Kalau kondisi toko sedang sepi, tentunya hal itu tidak menjadi masalah. Namun, coba bayangkan, apabila toko tengah ramai dan setiap konsumen melakukan hal serupa, berapa banyak waktu terbuang?
Berapa panjang antrean yang muncul akibat tertahan di layanan satu konsumen? Belum lagi, konsumen yang mengantre lama bisa merasa sebal dan malah meninggalkan gerai.
Kondisi-kondisi di atas ditekankan kembali oleh Chief Financial Officer Starbucks Scott Maw.
"Upaya penyederhanaan (pilihan produk) ini bakal meningkatkan fokus kami dan mengurangi kompleksitas operasional di toko," tegasnya.
Pada akhirnya, menyesuaikan bisnis dengan kondisi aktual pasar memang dibutuhkan. Jika tak mau berubah, bukan tak mungkin bisnis karam atau bangkrut.
Seperti pepatah seorang bijak "Berubah itu berisiko, namun lebih berisiko jika tidak berubah".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.