Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Motif Starbucks Lenyapkan 200 Produk?

Kompas.com - 25/02/2018, 19:30 WIB
Haris Prahara,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Sumber Fortune

SEATTLE, KOMPAS.com - Kedai kopi kelas wahid, Starbucks, membuat kejutan. Peritel minuman tersebut ingin menghilangkan banyak produk dari gerainya.

Seperti diwartakan Fortune, Sabtu (24/2/2018), barang dagangan yang dieliminasi Starbucks mencapai 200 produk. Jika dipersentasekan, angka tersebut mencapai 30 persen dari produk yang ada.

Baca juga: Mencoba Bangkit, Starbucks Hapus 200 Produk...

Selama ini, Starbucks memang dikenal "rajin" menjajakan aneka produk dalam gerainya.

Sebut saja, kopi atau teh berbagai rasa serta ukuran. Ada pula beragam makanan seperti burger, kue, sandwich, dan sebagainya.

Belum lagi, pernak-pernik semacam gelas, tumbler beling dan plastik aneka warna serta tulisan, biji kopi, dompet, dan barang lainnya.

Model-model suvenir itu senantiasa berganti secara periodik dan di setiap wilayah pun berbeda-beda jenisnya.

Aneka macam produk yang dijual di gerai StarbucksShutterstock Aneka macam produk yang dijual di gerai Starbucks
Nah, langkah menghapus hingga 200 produk tentunya menimbulkan pertanyaan, ada apa sesungguhnya dengan Starbucks?

Rupanya, Starbucks menyadari bahwa menjual terlalu banyak produk menimbulkan kompleksitas. Baik dari segi operasional toko maupun dari sisi konsumen.

Dengan menjual semakin banyak produk, akan semakin besar pula biaya operasional yang dibutuhkan Starbucks atau peritel lainnya.

Biaya-biaya tersebut, antara lain biaya bahan baku, pengiriman, loading barang, penyimpanan, dan lain sebagainya.

Belum lagi, peritel mesti memerhatikan masa edar produk yang ada, utamanya makanan.

Setiap produk makanan bisa mengalami kedaluwarsa sehingga apabila tidak laku terjual, bakal menjadi kerugian bagi perusahaan.

.VIA THINKSTOCK .
Lebih lanjut, dengan banyaknya produk yang ditawarkan, bisa menambah kerumitan operasional yang dijalani pelayan gerai.

Mereka mesti mempelajari lebih banyak karakteristik produk dan membutuhkan waktu lebih lama untuk meracik makanan atau minuman yang berbeda-beda.

Rumit

Sementara itu, dari sisi konsumen, terlalu banyaknya produk bisa membuat pengambilan keputusan menjadi panjang.

Sebagai adagium sederhana, seseorang yang dihadapkan pada 2 pilihan tentunya bisa lebih mudah memutuskan dibandingkan jika ada 10 pilihan, misalnya.

Kondisi lambatnya konsumen memutuskan pilihan bisa membuat efektivitas layanan tak tercapai.

Konsumen perlu mengamati satu per satu produk dan acap kali bertanya kepada pelayan toko terkait produk-produk tersebut. Pelayan pun mau tak mau mesti melayani setiap pertanyaan yang ada dan itu membutuhkan waktu.

Baca juga: Cara Pesan Minuman Starbucks yang Belum Kamu Ketahui

Kalau kondisi toko sedang sepi, tentunya hal itu tidak menjadi masalah. Namun, coba bayangkan, apabila toko tengah ramai dan setiap konsumen melakukan hal serupa, berapa banyak waktu terbuang?

Berapa panjang antrean yang muncul akibat tertahan di layanan satu konsumen? Belum lagi, konsumen yang mengantre lama bisa merasa sebal dan malah meninggalkan gerai.

StarbucksShutterstock Starbucks
Kondisi-kondisi di atas ditekankan kembali oleh Chief Financial Officer Starbucks Scott Maw.

"Upaya penyederhanaan (pilihan produk) ini bakal meningkatkan fokus kami dan mengurangi kompleksitas operasional di toko," tegasnya.

Pada akhirnya, menyesuaikan bisnis dengan kondisi aktual pasar memang dibutuhkan. Jika tak mau berubah, bukan tak mungkin bisnis karam atau bangkrut.

Seperti pepatah seorang bijak "Berubah itu berisiko, namun lebih berisiko jika tidak berubah".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com