JAKARTA, KOMPAS.com - Dari sejumlah kasus kecelakaan kerja yang terjadi pada proyek infrastruktur yang digarap PT Waskita Karya (Persero) Tbk, terungkap girder yang digunakan memiliki ukuran non-standar.
Direktur Operasi II PT Waskita Karya (Persero) Tbk Nyoman Wirya Adnyana menjelaskan, ukuran standar sebuah girder yaitu sepanjang 40 meter.
Baca juga : Ada Apa dengan Waskita Karya?
Untuk girder tersebut sudah ada standar operasional prosedur yang ditetapkan pada saat proses pemasangan atau errection.
Namun, untuk girder non standar, perlu ada penyesuaian lain pada saat pemasangannya. Ia pun mengaku, adanya kelalaian dalam proses pemasangan girder non standar tersebut.
"Misalnya, kita lalai memperhitungkan kecepatan angin. Kalau dulu girder-nya standar, kecepatan angin barangkali tidak terlalu signifikan. Kalau sekarang karena girder tidak standar," kata Nyoman saat diskusi bertajuk Penghentian Sementara Konstruksi Layang di Jakarta, Kamis (22/2/2018).
Seperti pada saat pekerjaan overpass Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi). Girder yang digunakan memiliki panjang 51,6 meter. Meski posisi girder sudah terpasang, namun lantaran posisinya kurang sentris,menimbulkan eksentrisitas.
"Itu karena dia berada pada posisi tidak center, dan ini bisa terguling. Ini adalah proses saat dia dikasih bracing," kata dia.
Insiden serupa terjadi saat pemasangan girder pada proyek Tol Pasuruan-Probolinggo. Nyoman menyebut, tim pelaksana telah belajar dari pengalaman pemasangan girder pada Tol Bocimi, agar girder non standar tidak lagi dipasang di atas pukul 17.00 WIB.
Rupanya, ketika dilakukan pemasangan girder keempat terjadi eksentrisitas. Hal itu disebabkan adanya kelonggaran pada dudukan girder.
Meski sudah dipasang bearing pad, dia akhirnya terpuntir hingga menyentuh girder ketiga dan menimbulkan efek domino pada girder kedua dan pertama.
Sementara pada insiden pemasangan jembatan penyeberangan orang (JPO) Tol Pejagan-Pemalang, Nyoman mengatakan, girder yang memiliki panjang 50,8 meter itu sebenarnya telah diletakkan pada dudukan masing-masing.
Namun rupanya, ada selisih tinggi pada dudukan, sehingga menimbulkan daya dorong berbeda antara titik satu dengan titik lain.
"Jadi ini masih dipegang oleh alat, ini (sisi lain) juga sama. Tapi ini melorot yang menimbulkan eksentrisitas, sehingga terjadi patahan," tutup Nyoman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.