Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Cuma "Wifi", Pusat Belanja Terkini Mesti "Instagrammable"

Kompas.com - 18/02/2018, 22:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - To see and to be seen people. Demikian tren perilaku sosial terkini masyarakat kita. Tak sah rasanya, kalau jalan-jalan, meskipun itu sekadar ke mal, tak didokumentasikan.

Lebih tak afdhal lagi jika hasil jepretan kamera atau gawai tersebut tak diunggah ke media sosial. Apa kata dunia?

Baca juga : Ini Cara MAP Gaet Masyarakat Masuk Pusat Belanja

Karena itu, untuk para pengembang mal atau pusat belanja, simaklah hasil riset AT Kearney 2018. Lembaga konsultan dunia ini menyarankan agar pengembang atau pengelola lebih kreatif dan inovatif dalam merancang mal dengan pendekatan kekinian.

Artinya, bangunlah mal dengan konsep lifestyle atau gaya hidup. Konsep ini akan bertahan lama karena masyarakat dengan perilaku sosialnya butuh eksis dan tempat penyaluran.

Selain itu, orang-orang pergi ke mal, gak selalu untuk berbelanja, melainkan bertemu klien, santai, bersosialisasi atau menyalurkan hobi. 

Ilustrasi selfie Shutterstock Ilustrasi selfie
Sementara Jones Lang LaSalle, lebih spesifik lagi. Dalam riset terbarunya, konsultan properti ini menyebutkan pusat belanja itu harus memenuhi kebutuhan hiburan (entertainment), busana siap pakai (fast fashion), makanan dan minuman (F&B), dan permaianan anak-anak.

Baca juga : Sampai 2020, Bekasi Dibanjiri 27 Mal

Selain itu, ini yang penting untuk para social climbers yang demen mengunggah segala aktivitas di media sosial, mal harus instagrammable, dilengkapi jaringan internet nirkabel (wifi), desain interior menarik, dan makanan enak.

Agar nanti, saat para pengunjung ini melakukan swa foto, merasa sangat pantas untuk kemudian diunggah ke media sosial.

Terhadap fenomena ini, Head of Retail JLL Cecilia Santoso mengatakan sepanjang tahun lalu saja, peritel F&B paling aktif melakukan ekspansi. 

"Bahkan pola ekspansi peritel F&B tidak sebatas pada ruang pusat belanja, melainkan juga di area residensial dan gedung perkantoran," ujar Cecilia.

Sejumlah kios di lantai tiga Pasar Glodok tutup dan hanya difungsikan sebagai gudang, Jumat (14/7/2017).Kompas.com/Sherly Puspita Sejumlah kios di lantai tiga Pasar Glodok tutup dan hanya difungsikan sebagai gudang, Jumat (14/7/2017).
Ketahuilah, jika pengembang atau pengelola mal tidak melakukan syarat-syarat di atas, niscaya akan ditinggalkan pengunjung. Dan pusat belanja pun bakal sepi bak kuburan.

Tengok saja pusat belanja Glodok. Sang legendaris itu akhirnya menyerah di tengah sengitnya persaingan antar-pusat belanja.

Sementara, wajah-wajah baru terus berinovasi menyediakan tawaran menarik yang belum pernah dialami sebelumnya.

Baca juga : Matahari Hengkang, Tingkat Hunian Mal Taman Anggrek 85 Persen

Sebut saja AEON Mall Jakarta Garden City yang menyediakan flyer tertinggi di Jakarta. Animo masyarakat? Bukan main, setiap akhir pekan selalu ramai dikunjungi.

Demikian halnya dengan pusat belanja gaya hidup macam Summarecon Mall Serpong, atau Summarecon Mall Bekasi.

Setiap hari kerja pengunjungnya tak pernah kurang dari 100.000 orang. Apalagi akhir pekan, bisa sampai 150.000 orang.

Wahana kincir gondola yang terdapat di AEON Mall Jakarta Garden CityKOMPAS.com / DANI PRABOWO Wahana kincir gondola yang terdapat di AEON Mall Jakarta Garden City
Begitu pula dengan Pondok Indah Mall (PIM) yang menyasar kelas masyarakat menengat atas perumahan Pondok Indah. Jumlah kunjungan terus stabil di angka 100.000 orang saat hari kerja dan lebih dari 130.000 orang saat akhir pekan.

Tak heran jika pengembangnya PT Metropolitan Kentjana Tbk bakal mengulang kegemilangan tersebut dengan membangun PIM jilid tiga.

"Konsepnya lifestyle mall. Kami bangun tahun ini dengan nilai investasi Rp 1 triliun," buka Wakil Direktur Utama PT Metropolitan Kentjana Tbk Jeffri S Tanudjaja.

Rp 1 triliun? Tentu saja, tak main-main. Investasi segede ini pasti akan dikonversi menjadi pusat belanja yang berbeda, untuk tidak dikatakan istimewa.

Seperti PIM pertama dan sekuelnya yang sukses mendulang pengunjung dan menjadi mal paling beken dengan ujaran meet me at the mall di seantero Jakarta.

Jadi, pengembang, pilih bertahan dengan konsep lama atau tergilas fenomena to see and to be seen people?

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau