JAKARTA, KOMPAS.com - Realisasi proyek infrastruktur memang dapat dilihat oleh masyarakat. Sejauh mata memandang, hampir di setiap daerah terdapat proyek infrastruktur yang tengah dipercepat pengerjaannya.
Persoalannya, apakah pekerjaan proyek infrastruktur yang terlihat itu telah memenuhi kaidah keamanan dan keselamatan kerja yang berlaku.
Baca juga : Komisi V DPR: Kecelakaan Marak, Direksi Waskita Harus Mundur
Kenyataannya, dalam enam bulan terakhir setidaknya terjadi 12 kasus kecelakaan konstruksi.
Enam orang meninggal dunia dan sepuluh orang luka-luka akibat kasus kecelakaan kerja yang terjadi.
Bila dijumlah, total korban meninggal dunia sebanyak tujuh orang dan 12 orang mengalami cedera, baik luka ringan maupun luka ringan.
Baca juga : Akibat Serentetan Kecelakaan Kerja, Waskita Karya Dijatuhi Sanksi
Kerugian itu belum termasuk kerugian materill dan imateriil, serta waktu penyelesaian proyek yang terpaksa harus mundur akibat kelalaian kinerja kontraktor.
Menurut pengamat kebijakan publim Agus Pambagio, ada beberapa faktor yang menyebabkan kasus kecelakaan kerja terus terulang.
"Pertama, kasus kecelakaan yang terjadi tidak diinvestigasi dengan baik, lalu muncul siapa orang yang paling bertanggung jawab. Dan tidak ada sanksi (tegas)," kata Agus kepada Kompas.com, Senin (12/2/2018).
Namun Agus menyayangkan, komite tersebut hanya akan bekerja mengawasi proyek-proyek yang masuk di dalam anggaran belanja kementerian tersebut.
Setidaknya hal itu terlihat pada keberadaan tiga Sub Komite yang ada di dalamnya, yaitu Jalan dan Jembatan, Bangunan Gedung, serta Sumber Daya Air.
Faktor kedua, yaitu tidak maksimalnya kinerja konsultan pengawas yang disewa untuk mengawasi proyek. Terutama untuk konsultan dalam negeri. Padahal, mereka telah dibayar untuk mengawasi pekerjaan konstruksi dengan benar.
Lain halnya ketika sebuah proyek digarap oleh kontraktor dan diawasi oleh konsultan asing. Menurut dia, pekerjaan mereka relatif lebih baik daripada pekerjaan kontraktor dan konsultan lokal.