Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komite Keselamatan Konstruksi Tangani Kasus Kecelakaan Berisiko Tinggi

Kompas.com - 26/01/2018, 10:00 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komite Keselamatan Konstruksi akan diluncurkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada Senin (29/1/2018). Untuk sementara, komite ini dibentuk guna menangani kasus-kasus berisiko tinggi.

Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Syarif Burhanuddin mengatakan, untuk sementara, komite yang dibentuk belum akan bersifat nasional.

"Seharusnya nasional, tapi bertahap. Permen (peraturan menteri) dulu, nanti akan ditingkatkan perpres (peraturan presiden)," kata Syarif dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (25/1/2018).

Adapun konteks berisiko tinggi, menurut dia, yaitu proyek-proyek yang memiliki anggaran di atas Rp 100 miliar dan menggunakan teknologi tinggi dalam pekerjaannya.

Di dalam permen yang telah ditandatangani Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, kemarin, anggota komite ini terbagi menjadi tiga sub-komite yaitu sumber daya air, gedung dan jembatan. Masing-masing sub komite akan diisi kurang lebih enam orang yang ahli di bidangnya.

Nantinya, hasil audit yang dilakukan komite ini akan diserahkan kepada Menteri PUPR, untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku.

Kondisi lalu lintas di Jalan Raya Kayu Putih, Pulogadung, Pasca Robohnya girder LRT, Senin (22/1/2018)Stanly Ravel Kondisi lalu lintas di Jalan Raya Kayu Putih, Pulogadung, Pasca Robohnya girder LRT, Senin (22/1/2018)
Bagi kontraktor yang kedapatan lalai sehingga mengakibatkan kecelakaan kerja, akan dijatuhi sanksi sesuai ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

"Kalau dia sudah di-blacklist, maka dia tidak bisa ikut lagi selama dua tahun. Bahkan kalau dia ikut lagi, langsung batal," tegas Syarif.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Konstruksi dan Infrastruktur Erwin Aksa menilai, langkah Kementerian PUPR membentuk komite tersebut sudah tepat di tengah maraknya kasus kecelakaan konstruksi.

Sejak Agustus 2017 hingga Januari 2018, tercatat lebih dari sepuluh kasus kecelakaan konstruksi pada proyek infrastruktur, yang menimbulkan korban. Baik itu korban jiwa maupun korban cidera.

Ia menambahkan, maraknya kasus yang terjadi seharusnya juga dianggap sebagai alarm bahaya bagi kelangsungan kerja para kontraktor.

Tim Lafor Mabes Polri Cabang Surabaya melakukan penyelidikan sekaligus investigasi ambruknya grider flayover tol Pasuruan-ProbolinggoKOMPAS.com/Moh.Anas Tim Lafor Mabes Polri Cabang Surabaya melakukan penyelidikan sekaligus investigasi ambruknya grider flayover tol Pasuruan-Probolinggo
"Perusahaan-perusahaan kontraktor nasional yang kini sedang berkejaran dengan waktu penyelesaian berbagai proyek infrastruktur, seyogianya turun tangan langsung memastikan pengawasan dan jaminan keselamatan kerja serta kualitas infrastruktur di lapangan," tutur dia.

Kelalaian kontraktor, diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya kecelakaan tersebut.

Padahal di dalam Peraturan Menteri PU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Sistem Manajemen K3 Konstruksi sudah jelas disebutkan bahwa setiap proyek yang tidak memenuhi standar keamanan dan keselamatan akan dikenai sanksi dari surat peringatan sampai penghentian pekerjaan.

Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Suaib Didu mengatakan, alokasi anggaran K3 sejumlah proyek masih minim.

Meski penyedia jasa konstruksi telah mengajukan anggaran sesuai ketentuan, namun pagu yang disetujui rendah.

“Di setiap tender, sudah susah dapatkan proyek, anggaran untuk k3 itu kecil banget, malah hampir enggak ada. Tapi kalau di Gapensi, kami tetap lakukan penawaran untuk K3 nya,” ungkap dia.

Air menyembur dari proyek Tol Depok-Antasari pada Rabu (24/1/2018).Istimewa Air menyembur dari proyek Tol Depok-Antasari pada Rabu (24/1/2018).
Adapun Ketua Umum Asosiasi Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi Indonesia (A2K4I) Lazuardi Nurdin mengungkapkan, selama ini anggaran K3 tidak pernah muncul menjadi satu item anggaran tersendiri dalam rencana aggaran biaya (RAB). Biaya tersebut masuk di dalam biaya umum, sehingga terlihat ada overhead.

"Jadi mereka (berharap) bisa mengalokasikan sendiri, menambah sendiri. Jadi mereka menghitung pekerjaan-pekerjaan mereka biaya K3-nya. Sudah, cuman mereka pengennya itu sendiri dikeluarkan itemnya," ujar Lazuardi.

Namun untuk saat ini, diakui Lazuardi, anggaran K3 masih belum bisa dikeluarkan menjadi item tersendiri.

"(Kalau itu) harus mengubah aturan pengadaan barang dan jasa. Ada keppresnya. Bagaimana, menteri mau buat," tuntasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com