JAKARTA, KompasProperti - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil menyarankan Pemprov DKI menempuh jalur hukum untuk membatalkan sertifikat hak guna bangunan (HGB) pulau reklamasi.
Pasalnya, Kementerian ATR/BPN telah menolak mengabulkan permohonan pembatalan yang diminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, sebelumnya.
Baca juga : Permohonan Anies Ditolak, Pakar Anggap Menteri ATR Paham Aturan HGB
Hingga kini, Pemprov DKI belum bersikap apakah akan menempuh jalur hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atau tidak. Namun, bila langkah itu diambil, diperkirakan Pemprov DKI akan kalah di pengadilan.
"Kalau dia (Pemprov) ngotot, ya sudah bubar di Pengadilan Tata Usaha Negara. Saya yakin dia akan kalah," kata pakar hukum pertanahan Universitas Indonesia Arie S Hutagalung kepada KompasProperti, Jumat (12/1/2018).
Baca juga : Sertifikat HGB Pulau Reklamasi Bisa Dibatalkan, Asalkan...
Menurut dia, sebelum Pemprov DKI menerbitkan sertifikat HGB, ada sejumlah syarat dan perizinan yang telah dipenuhi oleh pengembang. Mulai dari amdal hingga biaya kontribusi yang dibayarkan oleh pengembang.
"Perusan izinnya itu sudah 1.001 macam izin. Sudah gitu dia sudah harus bayar initial working fund, dia harus bayar kontribusi tiap tahun, itu ada di perjanjian hak-hak itu. Kalau sudah diperjanjikan, itu bisa digugat (kalau batal sepihak)," jelas Arie.
Hal yang sama disampaikan pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra dalam Program Perspektif Indonesia SMART FM di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (13/1/2017).
Baca juga : DKI Bisa Disebut Wanprestasi jika Batalkan Sertifikat Reklamasi
Menurut dia, bila Kementerian ATR/BPN membatalkan sertifikat pulau reklamasi, maka pengembang yang terlibat dalam perjanjian reklamasi bisa menuntut dan menang di pengadilan.
"Berdasarkan pengalaman saya, BPN itu selalu kalah di pengadilan kalau membatalkan secara sewenang-wenang soal sertifikat itu. Bukan hanya BPN, Pemprov DKI juga bisa dituntut karena akan dianggap wanprestasi," tutur Yusril.
Sementara itu, pakar hukum agraria Universitas Gajah Mada (UGM) Nur Hasan mengatakan, proses hukum di PTUN hingga mencapai putusan berkekuatan hukum tetap bisa memakan waktu lama.
Belum lagi bila nantinya ada pihak yang tidak terima atas hasil putusan, sehingga mengajukan banding hingga kasasi.
Bila proses terjadi, maka pengembang selaku pemegang konsesi juga dapat merasa dirugikan.
Ada kemungkinan Pemprov DKI akan menunda penerbitan izin yang diperlukan pengembang untuk mengelola lahan pulau reklamasi.
"Katakanlah badan usaha reklamasi dan memegang HGB tidak diberikan izin, dan itu menjadi kewajiban mereka (Pemprov) DKI. Maka kerugian badan usaha pasti akan lebih banyak lagi," kata Nur Hasan.
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta mengajukan permohonan kepada Kementerian ATR/BPN untuk membatalkan sertifikat HGB pulau reklamasi.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan pengiriman surat permohonan penundaan dan pembatalan HGB terhadap pulau-pulau reklamasi kepada Kementerian ATR/BPN dilakukan untuk memperbaiki aturan perizinan reklamasi.
Anies menilai ada prosedur yang salah yang telah dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya saat dalam proses perizinan reklamasi.
"Maka, kami akan lakukan perda zonasi dulu baru atur soal lahan dipakai untuk apa. Ini perdanya belum ada, tapi sudah keluar HGB. Ini urutannya enggak betul," ujar Anies di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (9/1/2018).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.