KUPANG, KompasProperti - Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemi Francis menyalahkan pemerintah dalam hal penyusunan anggaran untuk pembangunan infrastruktur.
Akibatnya, dalam setiap pengambilan keputusan yang dilakukan di DPR, anggaran yang disetujui selalu turun dan di bawah usulan.
"Kita hanya menyetujui anggarannya, karena diusulkan oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhan mereka. Dana yang disediakan oleh Kementerian Keuangan sekian, itu yang kita bicarakan. Dan DPR tidak bisa tambah dana karena DPR bukan (bertugas) mencari uang," kata Fary kepada awak media di Kupang, Jumat (22/12/2017).
Terbaru, dalam hal penyusunan anggaran 2018 dimana pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengajukan anggaran sebesar Rp 221,03 triliun.
Namun, hanya Rp 106 triliun yang disetujui DPR atau di bawah 50 persen dari usulan yang diajukan.
Sementara untuk tahun 2017, anggaran yang diajukan sebesar Rp 209,1 triliun, namun hanya Rp 103,1 triliun yang disetujui.
Hal yang sama juga tak beda jauh pada usulan anggaran untuk tahun 2015 dan 2016 lalu.
Untuk 2015, Kementerian PUPR mengajukan anggaran Rp 114,8 triliun, namun hanya Rp 110,8 triliun yang disetujui.
Sementara pada 2016, dari Rp 169,4 triliun yang diajukan, hanya Rp 98,1 triliun yang disetujui.
"Anggaran untuk Tahun 2018 itu jauh di bawah 50 persen. Artinya, bahwa bicara tentang infrastruktur itu juga tidak bisa banyak berbuat apa-apa, karena anggarannya tidak tersedia, sehingga imbasnya terhadap sejumlah program itu drop," kata dia.
Politisi Partai Gerindra itu menduga, banyaknya usulan anggaran yang 'dicoret' DPR, lantaran pemerintah kurang tepat dalam mengajukan usulan infrastruktur prioritas.
Di samping itu, banyak pembangunan yang seharusnya menjadi proyek strategis, tapi tidak bisa dikerjakan sampai tuntas.
Misalnya, kata Fary, dalam membangun embung serta penanggul pantai dan jalan raya di Nusa Tenggara Timur.
"Data ini penting untuk kita semua evaluasi, apakah benar fokus perhatian kita terhadap pembangunan infrastruktur masih harus dipertanyakan. Karena anggarannya yang terpenuhi untuk Kementerian PUPR terus menurun setiap tahunnya, bahkan penurunannya dari kebutuhan anggaran yang disediakan itu tidak sampai 50 persen," tutur dia.
Era SBY Lebih Baik
Sementara itu, Fary menilai, dalam hal penyusunan anggaran, pemerintahan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lebih baik dari pada era Presiden Joko Widodo.
"Kalau pada pemerintahan SBY itu prinsip betul. Dengan anggaran sekian, sejumlah kementerian disuruh buat rencana sesuai dengan anggarannya itu sehingga usulannya tidak jauh jauh dari anggaran. Sekarang malah tidak," sebut Fary.
Pada era Jokowi, menurut dia, kementerian/lembaga diberi target untuk menggarap sejumlah proyek infrastruktur. Namun, hal itu tidak dibarengi dengan ketersediaan anggaran.
Fary menilai, dengan kondisi anggaran yang terus menurun, pemerintah akhirnya harus berutang dan mencari pembiayaan dari pihak swasta untuk pembangunan infrastruktur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.