JAKARTA, KompasProperti - Polemik reklamasi Teluk Jakarta kembali mencuat, setelah Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mencabut sanksi administrasi bagi pengembang Pulau C, D, dan G.
Lantas, bagaimana status lahan serta bangunan yang nantinya akan berdiri di atas pulau yang terletak di wilayah utara Jakarta itu?
Menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang, Sofyan Djalil, status lahan dan bangunan yang berada di atas pulau itu nantinya mengikuti kesepakatan yang telah dibuat antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan pengembang.
"Semua yang dibangun atau hasil reklamasi itu menjadi tanah milik negara. Dalam hal ini hak pengelolaan lahan (HPL) pemerintah daerah (pemda). Kita berikann hal ini HPL pemda," kata Sofyan kepada KompasProperti, Selasa (10/10/2017).
Setelah sertifikat HPL terbit, ia menambahkan, kantor pertanahan akan menerbitkan sertifikat hak guna bangunan (HGB), sesuai perjanjian yang telah dibuat sebelumnya.
Sertifikat HGB ini memiliki rentang waktu 30 tahun dan dapat diperpanjang atau diperbarui setelah masa berlakunya selesai.
Misalnya Pulau C, ia mencontohkan, setelah sertifikat HPL diterima Pemprov DKI Jakarta, maka 100 persen pulau itu menjadi milik pemda.
Namun kepada pengembang hanya diberikan hak pengelolaan untuk kepentingan komersial sebanyak 52 persen atas luas lahan pulau tersebut.
"Selainnnya, (dijadikan) fasilitas umum, fasilitas sosial dan jalur hijau, tanaman pohon dan lain-lain. Itu adalah akan menjadi milik pemda," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan memastikan pembangunan reklamasi di Teluk Jakarta dapat dilanjutkan.
Luhut juga telah mengeluarkan surat keputusan pencabutan sanksi administrasi bagi pengembang pulau C, D, dan G.
Dalam keterangannya, Luhut menjelaskan, seluruh pihak dilibatkan dalam kajian reklamasi tersebut. Pengawasan dan evaluasi dilakukan oleh PT PLN, PT Nusantara Regas, dan PT Pertamina Hulu Energi (PHE).
Keputusan ini mendapat tanggapan keras dari para aktivis penentang reklamasi. Mereka mempertanyakan penerbitan hak pengelolaan lahan (HPL) Pulau C dan D di Teluk Jakarta, terutama penerbitan HGB Pulau D untuk PT Kapuk Naga Indah.
Direktur RUJAK Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja mengatakan dengan diberikannya hak pengelolaan tersebut ada hak tiba-tiba keluar tanpa ada dasar, basis, dan kajian lingkungan.
"Proyek reklamasi seharusnya didahului dengan kajian pemanfaatan lingkungan. Kajian ini nantinya dijadikan Perda sebagai dasar hukum," kata Elisa.
Pembahasan Perda reklamasi sendiri terhenti sejak anggota DPRD DKI Jakarta Sanusi terciduk akibat menerima suap dari pengembang terkait Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara.