JAKARTA, KompasProperti - Tingkat penjualan apartemen yang terus merosot dalam tiga tahun terakhir menjadi indikasi belum pulihnya pasar properti Indonesia.
Menurut CEO Leads Property Indonesia Hendra Hartono, dari total kumulasi apartemen eksisting dan yang baru masuk pasar per Kuartal III-2017 sebanyak 234.425 unit, terserap 88,08 persen.
"Tingkat serapan ini menurun dibandingkan tahun lalu yang bisa mencapai 90 persen lebih," kata Hendra menjawab KompasProperti usai acara pengumuman nominasi PropertyGruru Indonesia Property Awards, di BEJ Tower, Jakarta, Rabu (20/9/2017).
Baca: Nama-nama Ini Masih Merajai Bisnis Properti Indonesia
Selain lemahnya penjualan, indikasi berikutnya adalah pasar kelas menengah yang masih tiarap, alias belum bergerak signifikan.
Padahal, pasar properti Indonesia selama ini didorong oleh kelas menengah, dan menengah ke atas. Jika kedua kelas ini belum menunjukkan tanda-tanda kebangkitan, maka secara umum pasar properti pun belum akan siuman.
Tak keliru jika Founder & Managing Director Asia Property Awards & Property Report Terry Blackburn menyebut Vietnam lebih seksi ketimbang Indonesia. Hal itu bisa dilihat dari pertumbuhan harga yang positif dan terus merangkak naik.
"Di antara dua negara ini, Vietnam lebih bagus," kata Terry.
Sementara kehadiran Meikarta, proyek yang digagas Lippo Group, dengan angka penjualan nomor urut pemesanan (NUP) 130.000 unit pun belum dianggap cukup dapat mengatrol pasar properti secara keseluruhan.
"Itu beda segmen ya. Untuk kelas bawah, karena harganya cuma Rp 120 jutaan. Lagi pula yang laku kan NUP, belum transaksi," tutur Hendra.
Baca: Menurut James Riady, Meikarta Terjual 130.000 Unit
Faktor selanjutnya yang membuat pasar properti Indonesia masih melandai adalah pertumbuhan harga yang terus terkoreksi.
"Jadi, koreksi ini sebetulnya bagus ya. Lha wong empat-lima tahun lalu bisa ratusan persen naiknya," cetus Hendra.
Dia mencontohkan, pertumbuhan harga properti primer di central business district (CBD) Sudirman saat ini hanya 10-20 persen. Posisi terakhir adalah Rp 50 juta-Rp 70 juta per meter persegi.
Sementara properti sekunder yang disewakan malah anjlok sekitar 30-40 persen, dan banyak pemilik atau pengelolanya melakukan banting harga.
Terakhir, imbuh Hendra, investor dan konsumen kelas menengah-menengah atas masih menunggu momentum Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018, Pemilihan Presiden (2019), dan Kabinet Baru pada Oktober 2019.
Jika momentum krusial tersebut terlewati dengan aman, bisnis properti bakal melesat lebih tinggi. Pasalnya, pada saat itu atau tepanya 2020, seluruh infrastruktur yang tengah dibangun sekarang akan rampung dan beroperasi.
Infrastruktur tersebut adalah light rail transit (LRT), mass rapid transit (MRT), kereta kecepatan sedang Jakarta-Bandung, dan Jakarta-Cikampek Elevated.
"Nah, kawasan-kawasan di sekitar infrastruktur itu yang akan berkembang pesat. Terutama untuk fungsi komersialnya ya," tuntas Hendra.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.