Bukannya kenikmatan yang diraih, banyak perantau pulang kampung dalam keadaan frustrasi lalu bunuh diri. Dan, kenyataan menyedihkan itu tak membuat kendur pembuat film dan sinetron untuk tetap menjual kemewahan Jakarta.
Lihat saja, wajah Jakarta sebagai sebuah kota yang bergelimang kemewahan masih mendominasi layar TV dan bioskop. Rating "tayangan mimpi" itu bahkan masuk deretan nomor teratas dan jatah jam tayang premium.
Suka atau tidak, pengaruh layar kaca memang sangat besar di Indonesia, apalagi minat baca orang Indonesia sangat rendah. Ini dibuktikan oleh survei The World’s Most Literate Nation oleh The Central Connecticut State University pada 2016 lalu. Dari 61 negara yang disurvei, menurut penelitian ini, minat baca orang Indonesia berada di peringkat 60!
Jadi, jangan heran, makin banyak orang daerah percaya bahwa Jakarta adalah mimpi indah bagi semua orang. Bagi mereka, Jakarta sebagai penghancur mimpi hanya isapan jempol, meskipun sebetulnya musisi kawakan Iwan Fals pernah "memperingatkan" dalam lagunya, Mimpi yang Terbeli.
Sampai kapan mimpi-mimpi itu kita beli...
Sampai nanti sampai habis terjual harga diri...
Sampai kapan harga-harga itu melambung tinggi...
Sampai nanti sampai kita tak bisa bermimpi
Nah, masih ingin menjadikan Jakarta sebagai ruang mimpi?
Baca: Berpikir Lari dari "Neraka" Jakarta...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.