KompasProperti – Singapura terkenal sebagai surga belanja, tak terkecuali bagi warga Indonesia. Namun, pesona itu memudar seiring lesunya kondisi ekonomi.
Sebagai salah destinasi wisata favorit, negara kota ini juga memiliki ruang ritel per kapita yang signifikan di Asia.
Data Jones Lang Lasalle (JLL) menunjukkan, Singapura memiliki sekitar 11,6 kaki persegi atau 1,08 meter persegi ruang ritel per kapita. Ini lebih besar dibandingkan Hongkong (11,5 kaki persegi ruang ritel per kapita) maupun Bangkok (8,6 kaki persegi ruang ritel per kapita).
Meski begitu, tingkat kekosongan ritel Singapura mencapai 8,4 persen pada Juli ini, tertinggi sejak periode Januari-Februari 2011 lalu.
Kini, pusat perbelanjaan Singapura tak seramai dahulu. Peritel harus bersiasat dalam menjaga keterisian unit serta menarik kembali pelanggan.
(Baca: Sepi Pengunjung, Orchard Road Singapura Bukan Lagi Surga Belanja)
Tekanan juga datang dari pergeseran budaya masyarakat dalam berbelanja kebutuhan sehari-hari. Pusat belanja konvensional mesti bersaing ketat dengan situs belanja daring (online). Perubahan tren itu kian menyulitkan peritel Singapura untuk bangkit.
Lantas, masih adakah harapan untuk kebangkitan ritel Singapura?
Seperti dilansir Reuters, Jumat (30/6/2017), peritel Singapura kini mulai berbenah. Mereka mengubah prioritas ruang ritel yang disewakan sebagai upaya untuk bangkit.
Operator mal negara itu mulai melipatgandakan ruang untuk penyewa makanan dan minuman atau food and beverages (F&B) dibandingkan satu dekade silam.
Bahkan, proporsinya dapat menyentuh angka 40 persen, atau hampir separuh dari ruang ritel tersedia. Itu semua dilakukan meskipun biaya renovasi relatif mahal untuk mengakomodasi hadirnya dapur.
"Mereka (mal) bukan lagi seperti mal," cetus Desmond Sim, Kepala Riset CBRE, sebuah perusahaan konsultan properti di Singapura.
“Operator mal mengakomodasi lebih banyak penyewa dan fasilitas yang memberi nuansa berbeda dari apa yang dihadirkan e-commerce,” imbuh Desmond.
JLL mencatat, penempatan ruang F&B di mal Singapura mencapai lebih dari 30 persen, lebih besar dari Hongkong (23 persen) atau negara-negara Eropa (10-15 persen).
Pusat makanan
Salah operator mal Singapura, M&G Real Estate akan membuka kembali Compass One Mall pada September mendatang dengan 33 persen ruang untuk gerai F&B. Luas itu meningkat dari angka 20 persen sebelum renovasi.
AsiaMalls juga menambahkan lebih banyak restoran pada proses renovasi Tiong Bahru Plaza dan White Sands, sementara Grup Sim Lian mengalokasikan area F&B sekitar 30 persen saat membuka Hillion Mall pada Februari lalu.
Alokasi lebih banyak bagi F&B membuat daya tawar pelaku bisnis sektor tersebut meningkat.
"Mal telah menyediakan lebih banyak ruang untuk negosiasi dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu. Kami dapat melakukan kesepakatan lebih baik sehubungan dengan sewa," kata Vincent Tan, Managing Director Select Group, pengelola restoran Peach Garden dan Texas Chicken.
F&B hanyalah sebuah cara untuk melawan penurunan. Hal lain yang dapat dilakukan peritel adalah menggenjot program loyalitas pelanggan dan juga pemanfaatan teknologi.
"Mal tak akan pernah mencapai 100 persen untuk F&B. Tidak ada yang mau pergi ke food court (pujasera) raksasa," tegas Christopher Tang, Chief Executive Officer Frasers Centrepoint Ltd.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.