Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tol Trans-Jawa, Jalan Pos, dan Dua Jalan Daendels di Pulau Jawa

Kompas.com - 04/07/2017, 16:57 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis


KOMPAS.com
– "Musim" mudik baru saja lewat. Jalan Tol Trans-Jawa jadi primadona para pemudik di Pulau Jawa. Salah satu "temuan" terbaru dari jalan tol ini adalah gerbang yang punya latar belakang pemandangan gunung seperti gambar di atas.

“Tol Trans-Jawa itu Jalan Daendels ya?” tanya Siti Djauhariah lewat layanan pesan singkat kepada Kompas.com, sesaat setelah Visual Interaktif Kompas (VIK) Merapah Trans-Jawa 2 tayang, pada akhir Juni 2017.

(Simak: VIK Merapah Trans-Jawa 2)

Waktu itu, Kompas.com dengan lugas langsung menjawab, “Bukan, Ibu. Ini di Pantai Utara (Pantura). Jalan Daendels ada di jalur selatan”.

Namun, pertanyaan itu ternyata meninggalkan gelitikan untuk membuka ulang catatan sejarah soal Jalan Daendels. Jangan-jangan Kompas.com  salah memberi jawaban, fatal pula.

Lamat-lamat ingat, pelajaran sekolah juga menyebut soal jalan utama sepanjang 1.000 kilometer dari Anyer di Banten sampai Panarukan di Jawa Timur. Jalan itu pun disebut dibangun atas perintah kumendan kumpeni bernama Daendels.

(Kulik: Buku Ekspedisi Anjer-Panaroekan: Laporan Jurnalistik Kompas, 200 Tahun Anjer-Panaroekan: Jalan (untuk) Perubahan)

Lalu, dari mana pula itu ingatan soal Jalan Daendels di jalur utama selatan Pulau Jawa?

Jalan Pos

Maka, perburuan dokumen dan referensi sejarah pun dimulai. Pertama yang dikulik adalah Daendels dan 1.000 kilometer jalan dari Anyer sampai Panarukan.

Peta Jalan Raya Pos Anyer-PanarukanDok Harian Kompas Peta Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan
Benar, jalan ini dibangun oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels. Menjabat pada 1808-1811, Daendels memerintahkan pembangunan jalan besar yang harus bisa dilalui kendaraan dari Anyer ke berbagai daerah di Pulau Jawa pada 1809.

Inilah jalan yang disebut memakan korban jiwa sampai 12.000 jiwa dalam proses pembangunannya.

Ribuan orang ini kehilangan nyawa dalam periode kerja paksa, setelah dua tahap pembangunan sebelumnya dilakukan pekerja konstruksi biasa lalu dilanjutkan pasukan zeni kumpeni.

Kerja paksa itu dilaksanakan setelah kumpeni kehabisan biaya untuk membayar tentara dan pekerja profesional. Adapun pelibatan militer sebelumnya dipilih pemerintah kolonial Hindia Belanda karena jalan yang dibangun melewati perbukitan dan pegunungan batu yang butuh peralatan seperti meriam untuk meratakannya.

Jalan yang pembangunannya dimulai dari perintah Daendels yang ini kemudian dikenal sebagai “Jalan Pos”. Inspirasinya konon dari keberadaan jalan serupa di Roma. Awalnya, pengguna utama jalan ini memang para petugas pengantar dokumen pemerintahan dan kebutuhan militer.

Kisah pilu kerja paksa pembangunan jalan antara Anyer dan Panarukan tersebut antara lain diceritakan kembali oleh Pramoedya Ananta Toer dalam buku Jalan Raya Pos, Jalan Daendels, terbit pada 2005.

Keberadaan jalan itu kemudian menjadi cikal bakal kehadiran jalan-jalan utama di Pulau Jawa yang masih bisa dilewati sampai saat ini.  Namun, jalan tersebut juga bukan seluruhnya jalan utama lintas Pantura yang ada sekarang. Tidak pula jalan tersebut dijajari Tol Trans-Jawa yang sekarang masih dalam konstruksi.

(Baca juga: Dari Jalan Daendels ke Jalan Tol Trans-Jawa)

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau