Menurut dia, aturan ini menjadi perhatian pengembang, terutama yang membangun rumah subsidi, karena dinilai cukup memberatkan.
"Bangun (rumah) sampai selesai untuk cashflow (pengembang) memang jadi beban berat. Selain harga rumah yang tipis," sebut Nawir.
Perlu dikaji ulang
Aturan ini berlaku untuk rumah tapak maupun rusunami. Aturan yang sebelumnya ada, jika rusunami sudah tutup atap, maka pembeli bisa mengajukan KPR.
Namun, kata Nawir, aturan baru memperketat pengembang dengan mewajibkan rumah siap huni lengkap dengan fasilitas seperti listrik, air, dan jalan.
"Sebenarnya Kementerian PUPR juga nenyediakan fasum-fasos (fasilitas umum-fasilitas sosial) seperti jalan. Tapi, ini baru bisa dibangun, kalau rumahnya sudah jadi bahkan KPR. Jadi tumpang tindih aturannya," jelas dia.
Untuk itu, ia mengusulkan sebuah pola yakni pembeli tidak harus menunggu rumah siap huni baru bisa KPR.
Kalau demikian, dana dari bank bisa turun bertahap kepada pengembang. Hanya, sebagai konsekuensi, pengembang harus memberi jaminan kepada bank.
"Garansi kepada bank untuk memastikan bahwa pada waktu yang sudah ditentukan tanggalnya rumah itu jadi," ucap Nawir.
Hal tersebut dapat meringankan pengembang terutama dari sisi arus kas keuangan.
Apalagi bagi pengembang rusunami karena investasinya sangat besar dibanding rumah tapak.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.