Untuk bisa mendapatkan BSPS, MBR yang tinggal di dalam RLTH tak bisa semata-mata mengajukan sendiri, melainkan harus diawali oleh usulan bupati atau wali kota.
Hal ini sesuai dengan peraturan Menteri PUPR nomor 13 tahun 2016 untuk memilih calon penerima bantuan (CPB).
Adapun kriteria CPB yang dimaksud antara lain adalah warga negara Indonesia (WNI), masuk kategori MBR dengan penghasilan di bawah Rp 4 juta, dan memiliki atau menguasai tanah.
Selain itu, belum memiliki rumah atau memiliki dan menghuni RTLH, dan belum pernah menerima bantuan perumahan dari pemerintah.
Setelah diusulkan oleh bupati/wali kota, proses selanjutnya adalah rapat koordinasi (rakor) atau musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang).
Setelah itu, baru dilakukan penetapan lokasi oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Perumahan Swadaya Kementerian PUPR.
Kemudian, Direktur Perumahan Swadaya menujuk satuan kerja (satker) dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang bertugas untuk sosialisasi dan rekrutmen serta pembekalan fasilitator.
Menyusul identifikasi dan penyepakatan RTLH dan MBR yang memenuhi kriteria untuk selanjutnya dibentuk Kelompok Penerima Bantuan (KPB) dan penetapan CPB.
Berikutnya, pemerintah kabupaten/kota akan melakukan penyusunan proposal yang terdiri dari survei toko penyedia bahan bangunan, dan kesepakatan pemilihan toko.
Selanjutnya, membuat kontrak dengan toko, penyusunan Rencana Penggunaan Dana (RPD), dan penyusunan Daftar Rencana Pembelian Bahan Bangunan (DRPB2).
Setelah itu Tim Teknis Kabupaten/Kota mulai melakukan verifikasi, pengesahan, dan pengusulan proposal untuk mendapatkan penetapan surat keputusan penerima bantuan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Mekanisme berikutnya adalah penyaluran BSPS oleh bank atau pos penyalur kepada MBR selaku pemesan bahan bangunan ke toko.
Kemudian toko tersebut diperiksa sebelum menyerahkan bahan bangunan ke MBR yang dilanjutkan dengan pembayaran via transfer ke rekening bank yang sudah ditentukan.
Terakhir, mulai membangun atau meningkatkan rumah swadaya.
Skema Ideal
Kendati demikian, mekanisme atau skema belanja barang atau bantuan sosial (bansos) dalam program BSPS ini masih mendapat kritik dan dianggap belum ideal.
"Idealnya adalah pemberdayaan kelompok-kelompok masyarakat dengan cara mengorganisasikan mereka dan memberdayakan mereka untuk tumbuh jadi kelompok-kelompok komunitas perumahan," kata pengamat perumahan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Jehansyah Siregar, kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu.
Skema yang ada saat ini, lanjut Jehansyah, masih berbasis individu bukan kelompok, sesuai dengan namanya yang merujuk pada perumahan swadaya.