Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik Skema Ideal dan Manfaat Bantuan Perumahan Swadaya

Kompas.com - 11/10/2016, 07:00 WIB
Ridwan Aji Pitoko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sektor perumahan rakyat menjadi salah satu prioritas Kabinet Kerja Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) selama lima tahun 2014-2019.

Program Nasional Pembangunan Sejuta Rumah pun diciptakan dan menjadi ranah tugas Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Dasar program nasional ini adalah ketimpangan ketersediaan dan kebutuhan rumah atau backlog sebanyak belasan juta unit. 

Hingga 2015 silam, berdasarkan data analisis Badan Layanan Umum (BLU) Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) Kementerian PUPR, angka backlog perumahan telah turun menjadi 11,4 juta setelah pada 2010 berada pada level 13,5 juta rumah.

Selain rumah tapak baru, Program Nasional Pembangunan Sejuta Rumah juga mencakup pembangunan perumahan swadaya yang ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Perumahan swadaya ini diartikan sebagai perumahan yang dibangun atas prakarsa dan upaya masyarakat.

Ridwan Aji Pitoko/Kompas.com Salah satu rumah di Desa Citenjo, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat yang mendapat program BSPS.

Pemerintah kemudian membagi pemenuhan rumah swadaya ini ke dalam dua kategori yakni pembangunan rumah baru dan peningkatan kualitas rumah tak layak huni (RTLH).

Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015 mencatat jumlah RTLH di Indonesia sebanyak 2,51 juta unit dengan rincian 2,18 juta rawan layak huni dan 0,33 juta benar-benar tak layak huni.

Pekerjaan rumah pemerintah dalam RPJMN 2015-2019 adalah menurunkan jumlah RTLH dari 2,51 juta unit menjadi 1,9 juta unit.

"Artinya kami harus mengurangi RTLH sebanyak 610.000 unit hingga 2019 nanti," kata Direktur Rumah Swadaya Kementerian PUPR Jhony Fajar Sufyan Subrata, di Kuningan, Jawa Barat, Jumat (7/10/2016).

Sebagai upaya untuk mengurangi RTLH dan pemenuhan Program Nasional Pembangunan Sejuta Rumah, Kementerian PUPR merilis program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS).

Selain terdapat di dalam amanat RPJMN 2015-2019, penyaluran BSPS juga dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan dan Kawasan Permukiman Pasal 54 ayat (3) huruf b.

Beleid tersebut menyatakan bahwa bantuan pembangunan rumah bagi MBR dari pemerintah dapat berupa stimulan rumah swadaya.

Menurut Jhony, BSPS merupakan pengungkit kesadaran swadaya dari masyarakat agar di lingkungannya tak ada lagi RTLH.

Ridwan Aji Pitoko/Kompas.com Salah satu rumah yang mendapat fasilitas BSPS di Desa Citenjo, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

"BSPS merupakan bantuan pemerintah berupa stimulan bagi MBR untuk meningkatkan keswadayaan dalam pembangunan atau peningkatan kualitas rumah beserta prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU)," terangnya.

Selain itu, BSPS juga merupakan stimulan bagi masyarakat untuk bisa bergotong-royong dalam meningkatkan kualitas RTLH.

Besarnya bantuan pun beragam mulai dari Rp 7,5 juta, Rp 10 juta, dan Rp 15 juta yang diberikan dalam bentuk bahan bangunan.

Mekanisme Penyaluran BSPS

Untuk bisa mendapatkan BSPS, MBR yang tinggal di dalam RLTH tak bisa semata-mata mengajukan sendiri, melainkan harus diawali oleh usulan bupati atau wali kota.

Hal ini sesuai dengan peraturan Menteri PUPR nomor 13 tahun 2016 untuk memilih calon penerima bantuan (CPB).

Adapun kriteria CPB yang dimaksud antara lain adalah warga negara Indonesia (WNI), masuk kategori MBR dengan penghasilan di bawah Rp 4 juta, dan memiliki atau menguasai tanah.

Selain itu, belum memiliki rumah atau memiliki dan menghuni RTLH, dan belum pernah menerima bantuan perumahan dari pemerintah.

Setelah diusulkan oleh bupati/wali kota, proses selanjutnya adalah rapat koordinasi (rakor) atau musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang).

Setelah itu, baru dilakukan penetapan lokasi oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Perumahan Swadaya Kementerian PUPR.

Pusat Komunikasi Publik Kementerian PUPR Salah satu rumah yang menjadi target BSPS di Desa Citenjo, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Kemudian, Direktur Perumahan Swadaya menujuk satuan kerja (satker) dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang bertugas untuk sosialisasi dan rekrutmen serta pembekalan fasilitator.

Menyusul identifikasi dan penyepakatan RTLH dan MBR yang memenuhi kriteria untuk selanjutnya dibentuk Kelompok Penerima Bantuan (KPB) dan penetapan CPB.

Berikutnya, pemerintah kabupaten/kota akan melakukan penyusunan proposal yang terdiri dari survei toko penyedia bahan bangunan, dan kesepakatan pemilihan toko.

Selanjutnya, membuat kontrak dengan toko, penyusunan Rencana Penggunaan Dana (RPD), dan penyusunan Daftar Rencana Pembelian Bahan Bangunan (DRPB2).

Setelah itu Tim Teknis Kabupaten/Kota mulai melakukan verifikasi, pengesahan, dan pengusulan proposal untuk mendapatkan penetapan surat keputusan penerima bantuan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Pusat Komunikasi Publik Kementerian PUPR Salah satu rumah yang menjadi target BSPS di Desa Citenjo, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Mekanisme berikutnya adalah penyaluran BSPS oleh bank atau pos penyalur kepada MBR selaku pemesan bahan bangunan ke toko.

Kemudian toko tersebut diperiksa sebelum menyerahkan bahan bangunan ke MBR yang dilanjutkan dengan pembayaran via transfer ke rekening bank yang sudah ditentukan.

Terakhir, mulai membangun atau meningkatkan rumah swadaya.

Skema Ideal

Kendati demikian, mekanisme atau skema belanja barang atau bantuan sosial (bansos) dalam program BSPS ini masih mendapat kritik dan dianggap belum ideal.

"Idealnya adalah pemberdayaan kelompok-kelompok masyarakat dengan cara mengorganisasikan mereka dan memberdayakan mereka untuk tumbuh jadi kelompok-kelompok komunitas perumahan," kata pengamat perumahan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Jehansyah Siregar, kepada Kompas.com, beberapa waktu lalu.

Skema yang ada saat ini, lanjut Jehansyah, masih berbasis individu bukan kelompok, sesuai dengan namanya yang merujuk pada perumahan swadaya.

www.shutterstock.com Ilustrasi

Perubahan skema ke arah pembentukan komunitas-komunitas perumahan dianggap Jehansyah memberikan dampak panjang dan berkelanjutan karena membuat mereka paham tentang tabungan perumahan.

"Sehingga muncul solidaritas bersama mereka untuk menyediakan perumahan secara bersama-sama meskipun misalnya tabungan perumahan itu nilainya kecil," tambah dia.

Meskipun kecil, lanjut Jehansyah, tabungan perumahan itu didapat dari proses menabung kelompok perumahan swadaya yang berujung pada komitmen dan kemandirian.

Realisasi

Melalui skema belanja barang atau bansos ini Kementerian PUPR telah mengklaim berhasil meningkatkan sebanyak 82.245 unit RTLH dengan dana mencapai Rp 1,1 triliun.

Pada tahun ini, Direktorat Rumah Swadaya Kementerian PUPR menaikkan target peningkatan kualitas RTLH melalui program BSPS.

"Pada 2016 ini target kami 94.210 unit dengan rincian 93.210 unit peningkatan kualitas rumah tak layak huni dan seribu untuk pembangunan rumah baru," ungkap Jhony.

Untuk itu, Jhony mengakui telah menyiapkan alokasi anggaran senilai Rp 1,53 triliun agar bisa merealisasikan target tersebut.

Rinciannya, Rp 1,5 triliun untuk peningkatan kualitas rumah tak layak huni dan sisanya Rp 30 miliar untuk pembangunan rumah baru.

Salah satu wilayah yang menjadi target penyaluran BSPS adalah Kecamatan Cibingbin di Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat.

"Di Kecamatan Cibingbin ini ada 2.302 unit rumah yang tidak layak huni. Selama 2015 kemarin sudah ada 598 unit yang tertangani di seluruh Kecamatan Cibingbin," ujar Bupati Kuningan Acep Purnama, saat mengunjungi warga di Desa Citenjo, Kecamatan Cibingbin, Kuningan, Jawa Barat, Sabtu (8/10/2016).

Jumlah itu, sambung Acep, tersebar di empat desa, yakni 157 unit di Desa Citenjo, 164 unit di Desa Sukamaju, 117 unit di Desa Bantar Panjang, dan 160 unit di Cipondok.

Ridwan Aji Pitoko Bupati Kuningan Acep Purnama (kiri) bersama dengan warga penerima BSPS Dersih (tengah), dan Direktur Rumah Swadaya Kementerian PUPR Jhony Fajar Sufyan Subrata (kanan) di Desa Citenjo, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat

Salah satu warga Desa Citenjo bernana Dersih (51) menyatakan, dia sangat terbantu dengan program BSPS ini lantaran kondisi rumahnya sudah tak layak huni dan penghasilannya dengan bekerja sebagai buruh tani tak memungkinkan untuk melakukan renovasi.

"Saya menghaturkan terima kasih kepada Bupati, Kades Citenjo, dan Kementerian PUPR untuk program BSPS Rp 10 juta sehingga membuat rumah saya sekarang sudah layak huni," tutur Dersih.

Dersih mengakui, dalam meningkatkan kualitas rumahnya, dia dibantu secara gotong-royong oleh masyarakat Desa Citenjo. Dalam waktu setengah bulan sejak pengerjaan, perkembangannya sudah mencapai 30 persen.

Berdasarkan pantauan Kompas.com, rumah milik Dersih sudah memiliki atap berupa genteng dan dinding bata yang tadinya hanya bilik bambu dan sumemiliki atap berupa genting.

Rumah seluas 6x8 meter persegi itu telah memiliki jendela dan pintu di bagian kamarnya, namun belum belum diberikan plafon atau langit-langit pada bagian atas rumahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com