HONGKONG, KOMPAS.com - P House atau "Dancing Mountain House" karya Budi Pradono Architects (BPA) berhasil meraih penghargaan sebagai proyek residensial terbaik seantero Asia dalam Arcasia Architecture Awards (AAA) 2016.
Arcasia merupakan Dewan Arsitek Regional Asia yang dibentuk oleh 19 organisasi arsitek se-Asia mulai dari China hingga Pakistan.
Dalam institusi ini, Indonesia diwakili oleh Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) sebagai anggotanya.
Lembaga ini pun secara reguler menyelenggarakan kongres arsitektur hingga aktivitas pemberian penghargaan kepada firma-firma arsitektur, individu arsitek, dan mahasiswa arsitektur berprestasi.
Kemenangan "Dancing Mountain House" tak terlepas dari konsepnya yang mengedepankan peran arsitektur di tengah masyarakat dan kombinasi antara modernisasi dengan unsur tradisional.
"Saya memilih untuk menggunakan metode merancang sesuai dengan kemampuan masyarakat setempat dan konstruksi berbahan dasar bambu dengan “meminjam” bentuk-bentuk puncak gunung yang mengelilingi kota dan pedesaan Salatiga, yakni Merapi, Telomoyo, Tidar, dan Andong untuk atap rumah," jelas Budi Pradono dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (30/9/2016).
Pemilihan metode itu sendiri dipuji oleh pengamat arsitektur dari a+d design and architecture Singapura Rebecca Lo.
Menurut dia, "Dancing Mountain House" merupakan proyek rumah individu yang dibangun di tengah-tengah komunitas penduduk desa.
"Orang-orang Indonesia memahami hidup yang baik adalah hidup dekat dengan alam, seperti Dancing Mountain House yang dibangun BPA bersama masyarakat di antara gunung, wilayah pedesaan, dan komunitas masyarakatnya," ujar Rebecca.
Lebih lanjut Rebecca juga memuji BPA yang mampu memberikan nuansa intim kekeluargaan dalam desain bangunan Dancing Mountain House.
Tak hanya itu, konsep borderless home atau rumah tanpa sekat yang diterapkan BPA membuatnya lebih luas dengan berpusat pada ruang keluarga berupa ruang makan utama.
"Saya juga kagum dengan penggunaan materi-materi di rumah lama yang ditransformasikan ke rumah baru, semacam romantika yang terus dibawa oleh keluarga dan disaat sama memberi cukup ruang publik bagi masyarakat sekitar dengan perpustakaan," ungkapnya.
Proyek perumahan di Salatiga dengan penyelesaian pada 2014 silam ini diakui Budi sebagai bentuk dedikasi terhadap mendiang ayahnya yang merupakan seorang pendidik dan pengajar di sebuah universitas lokal kota tersebut.
Selain membangun ingatan kolektif bagi keluarga besarnya, Budi juga membangun perpustakaan umum peninggalan ayahnya di sekitar kompleks rumah tersebut agar bisa diakses masyarakat di sana.