Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bernardus Djonoputro
Ketua Majelis Kode Etik, Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP)

Bernardus adalah praktisi pembiayaan infrastruktur dan perencanaan kota. Lulusan ITB jurusan Perencanaan Kota dan Wilayah, dan saat ini menjabat Advisor Senior disalah satu firma konsultan terbesar di dunia. Juga duduk sebagai anggota Advisory Board di Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung ( SAPPK ITB).

Selain itu juga aktif sebagai Vice President EAROPH (Eastern Region Organization for Planning and Human Settlement) lembaga afiliasi PBB bidang perencanaan dan pemukiman, dan Fellow di Salzburg Global, lembaga think-tank globalisasi berbasis di Salzburg Austria. Bernardus adalah Penasehat Bidang Perdagangan di Kedubes New Zealand Trade & Enterprise.

Pikachu, Charmander, dan Ahmad Albar di Kota Kita

Kompas.com - 11/08/2016, 10:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHilda B Alexander

Warga kota berbondong-bondong datang ke pusat perbelanjaan bukan untuk belanja. Namun karena mal sudah berubah menjadi tempat bertebarannya para monster. Poke Gym bisa membuka cabang di seluruh pojok kota, di mana para monster berkeliaran dan aktivitas warga bertumpu.

Pola beperjalanan warga di kota berubah. Alih-alih bermobil, kita tidak lagi harus beli bensin karena suplai PokeBall lebih penting.

Nampaknya selain urbanisasi, kita sedang mengalami “urban gamification”, di mana teknologi disruptive seperti permainan dan aplikasi mulai mengubah ruang publik kita. Bagi para perencana kota dan pemimpin kota, perubahan ini teramat penting untuk dicermati.

Bahkan ahli perkotaan Patrick Lynch dalam ArchDaily mengatakan bahwa permainan seperti Pokemon, dan pelayanan berbasis aplikasi, telah berhasil mengubah ruang publik. Yaitu membuat ruang publik kita mudah dicapai dengan nyaman. Namun perubahan ini tidak konvensional, karena prosesnya sangat demokratis.

Teknologi yang ada memungkinkan kita untuk melakukan pemetaan siapa saja yang menggunakan ruang publik, dan memungkinkan kita untuk mengajak partisipasi, sehingga melakukan bottom up planning bisa lebih mudah.

Hadirnya teknologi disruptive dalam ruang kota, menyadarkan kita perlunya kebijakan program pembangunan yang juga progresif. Semakin dominannya "Internet of things" dalam kehidupan perkotaan.

Fenomena bisnis vendor pun tak bisa dipungkiri menjadi aspek penting. Contohnya, sambil mengubah rona kota, nilai saham Nintendo pencipta Pokemon naik 6 kali lipat dan menaikkan tambahan nilai perusahaan sebesar 7 miliardollar AS.

Ya, ruang kota menjadi semakin oportunistik. Dan kota semakin berbasis permintaan instan (ubiquitous) atau on-demand. Augmented reality bertabrakan dengan formalitas sektoral. Demikian pula formalitas bentuk fisik kota, perlu kebijakan perencanaan yang visioner, progresif dan "tanggap disrupsi", untuk menghindar dari risiko akibat konflik-konflik horisontal dan vertikal di masyarakat urbanis yang terus berevolusi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com