Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Catatan Penting dalam Membentuk "Holding" BUMN Perumahan

Kompas.com - 18/07/2016, 11:13 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana pembentukan holding atau induk perusahaan BUMN di bidang perumahan semakin mengemuka. Kendati dinilai positif, namun perlu dilakukan secara hati-hati.

Dosen Kelompok Keahlian Perumahan Permukiman Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SKPPK) Institut Teknologi Bandung (ITB), Jehansyah Siregar, menuturkan ada beberapa catatan yang harus diperhatikan terkait pembentukan holding BUMN di bidang perumahan.

Pertama soal bisnis inti induk perusahaan. Jika Perum Perumnas akan dijadikan induk perusahaan, maka perlu dilakukan evaluasi total terhadap bisnis intinya yang selama ini masih belum jelas.

Apakah menjalankan program perumahan bersubsidi milik pemerintah karena berbentuk Perum? Ataukah akan menjalankan bisnis properti seperti pengembang swasta setelah menjadi persero?

Selanjutnya, jika BUMN Perumahan yang akan dipimpin Perumnas menjalankan program perumahan pemerintah dengan menggunakan belanja APBN, apakah akan mengambil alih program-program yang kini ada di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)?

Program Kementerian PUPR yang sedang berjalan adalah pembangunan rumah susun sewa (rusunawa), Bedah Rumah, penyediaan prasarana umum (PSU) dan Rumah Khusus seperti perumahan perbatasan dan perumahan nelayan.

"Ataukah Perumnas perlu merumuskan konsep bisnis inti yang baru," ujar Jehansyah, Minggu (17/6/2016).

Catatan kedua adalah diperlukannya Unang-undang Rumah Umum sebagai landasan peraturan holding BUMN-Perumahan. Jika disebutkan Peratruan Pemerintah (PP) Nomor 83/2015 tentang Perumnas sudah memberi kejelasan, maka pada pelaksanaannya nanti tentu tidak mudah.

Pasalnya, PP Nomor 83/2015 disusun hanya untuk Perumnas dan bukan untuk holding BUMN Perumahan.

PP ini juga belum mengantisipasi rencana pembentukan holding Perumnas dan penggabungan dengan BUMN lainnya yakni PT Pembangunan Perumahan (persero) Tbk yang bergerak di bidang konstruksi dan properti.

"Selain itu, sebagaimana di negara-negara lain, BUMN Perumahan dibentuk sebagai lembaga otoritas dengan landasan peraturan Undang-undang," imbuh Jehansyah.

Untuk itu, lanjut dia, agar holding BUMN Perumahan bisa menjalankan bisnis inti perumahan secara konsekuen, diperlukan UU khusus dan tersendiri.

www.shutterstock.com Ilustrasi.
UU khusus ini untuk menjamin holding BUMN Perumahan tidak terombang-ambing dalam penugasan yang tidak jelas dasarnya, terjebak di dalam perebutan kegiatan operasional dengan kementerian teknis, dan tidak lagi lemah otoritas di hadapan Pemerintah Daerah (pemda) serta benar-benar bisa berperan sebagai otoritas operasional program perumahan.

UU sebagai landasan pembentukan holding BUMN-Perumahan bisa mengambil bentuk seperti UU Rumah Umum (public housing law) sebagai operasionalisasi UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yang lebih umum dan mengikat pemda serta pelaku lainnya.

Di dalam pasal 21 UU 1/2011 disebutkan jenis-jenis penyediaan rumah, dan rumah umum (public housing) adalah moda penyediaan yang paling pas untuk dijalankan oleh holding BUMN Perumahan.

Catatan ketiga, adalah soal kendala pengembangan konsep jaringan bisnis perumahan. Konsep inilah yang menjadi tujuan dari pembentukan holding BUMN Perumahan yaitu membangun jaringan bisnis perumahan yang sinergis, kuat dan efisien.

Namun, konsep jaringan bisnis perumahan ini sangat ditentukan oleh konsep bisnis inti. Jika konsep bisnis inti belum jelas, pengembangan konsep jaringan bisnis tidak akan berjalan mulus.

Selain itu, konsep jaringan bisnis ditentukan pula oleh arah kebijakan perumahan yang digariskan pemerintah. Misalnya perumahan dan penataan kota, perumahan dan pembangunan kota baru, perumahan dan pengembangan kawasan industri, perumahan dan pengembangan kawasan maritim, atau perumahan dan pengembangan kawasan pariwisata.

Jika dipilih arah kebijakan perumahan dan penataan kota, maka tugas besarnya termasuk penataan kawasan permukiman kumuh. Karena itu, jaringan bisnis perumahan yang harus dibangun adalah bisnis yang mampu menjangkau kebutuhan golongan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan miskin perkotaan.

Untuk mendukungnya, diperlukan unit humas yang kuat, bisnis produk-produk prefabrikasi massal, bisnis berbasis teknologi tepat guna, dan sebagainya. Bukan jaringan bisnis properti yang menyasar kelompok high-end yang membutuhkan barang material mewah.

"Diperlukan pula kapasitas yang benar-benar mampu untuk mengelola tata bangunan dan lingkungan yang memadukan hunian campuran antara kelas atas, menengah dan bawah," sebut Jehansyah.

Jika pembentukan holding BUMN Perumahan tidak dijalankan dengan hati-hati sebagaimana tiga catatan di atas, maka semuanya dinilai Jehansyah akan sia-sia belaka dan urusan perumahan akan semakin terancam tidak tertuntaskan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com