Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Konsultan Properti, Biang Keladi Hancurnya Kawasan TB Simatupang"

Kompas.com - 14/06/2016, 02:29 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Ikatan Ahli Perencana (IAP) Bernardus Djonoputro menuding konsultan properti sebagai biang keladi hancurnya kawasan TB Simatupang, Jakarta Selatan, yang awalnya dirancang sebagai area konservasi sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030 menjadi sabuk komersial (commercial belt). 

Menurut dia, selama ini konsultan properti paling berjasa besar menggiring investor dan pengembang masuk ke koridor TB Simatupang tanpa memikirkan dampaknya terhadap kemerosotan kualitas lingkungan. 

"Mereka biang keladinya. Seharusnya mereka mulai berpikir ke depan, menggiring pengembang membangun timur dan barat Jakarta. Bukan malah memicu terjadinya pembangunan besar-besaran di kawasan selatan, khususnya koridor TB Simatupang," tutur Bernie, sapaan akrab Bernardus, kepada Kompas.com, usai Konferensi Pers "Mendorong Kota yang Produktif dan Berdaya Saing" di Jakarta, Senin (13/6/2016). 

Kalau di luar negeri, kata Bernie, konsultan properti itu harus berkonsultasi dulu dengan pemerintah kota sebelum merekomendasikan pengembang sebagai kliennya untuk membangun proyek di kawasan tertentu.

Apalagi kawasan konservasi atau buffer zone itu, konsep pengembangan proyek propertinya harus sesuai dengan peraturan zonasi yang sedetail-detailnya.

"Selama ini tak ada dokumen konsultan properti yang disertai kelengkapan izin termasuk memenuhi peraturan zonasi. Beda sama konsultan properti di luar negeri yang memegang tanggung jawab penuh atas rekomendasinya," papar dia.

Karena itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta harus tegas memegang komitmen tinggi dan enforcment  untuk menjalankan Rencana Tata Ruang Wilayah (2030) jika tak ingin timbul masalah baru.

Pemprov DKI Jakarta juga harus menyetop pemberian izin pembangunan properti komersial di kawasan selatan Jakarta, khususnya koridor Simatupang. 

Sayangnya, Pemprov DKI tidak mampu mencegah konversi lahan hijau di sana sebagai area konservasi. Akhirnya jalan pintas ditempuh, yakni melakukan pemutihan lahan dari sebelumnya area konservasi air menjadi kawasan komersial.

Aksi pemutihan lahan tersebut kemudian membuat koridor ini berubah wajah menjadi pusat pertumbuhan properti komersial baru.

Tokyu Land Situs proyek Branz Simatupang.
Berdasarkan data Colliers International Indonesia, hingga 2019 mendatang setidaknya terdapat 15 proyek baru sedang dikembangkan di sini. Tujuh di antaranya merupakan perkantoran dengan total luas bangunan 268.376 meter persegi. 

Padahal, menurut Bernie, alihfungsi lahan sangat berpengaruh terhadap daya dukung lingkungan. Saat ini kawasan selatan Jakarta itu sudah dialokasikan untuk permukiman.

Dengan perubahan peruntukan tersebut, kualitas lingkungan di kawasan ini terus merosot. Berkurangnya debit air tanah, kemacetan parah, buruknya kualitas udara adalah dampak langsung dari pengembangan sporadis di wilayah ini.

Solusinya, usul Bernie, selain diterapkannya moratorium pembangunan juga review gedung-gedung eksisting yang melanggar perizinan dan peraturan zonasi. Bila perlu bangunan yang melanggar dibongkar.

Menanggapi tudingan Bernie, Associate Director Colliers International Indonesia, Ferry Salanto mengatakan zonasi bukan urusan konsultan properti, melainkan urusan Pemprov DKI Jakarta.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau