Terpuruknya pasar ritel Singapura bisa menjadi berkah tersendiri bagi Indonesia. Pasalnya, para pengelola mal di sini bisa menggarap dan memperluas pasar yang selama ini berbelanja di sana secara bebas pajak atau tax free shopping (TFS).
Associate Director Retail Service Colliers International Indonesia Steve Sudijanto mengatakan bahwa perlu ada strategi lebih kreatif dalam hal mendatangkan dan memadupadankan para peritel yang paling diminati masyarakat.
Selain itu, secara fisik, bangunan pusat belanja juga harus terus-menerus diperbarui (refurbishment) agar menarik minat kunjungan.
Demikian halnya dengan China. Perlambatan ekonomi dan tindakan keras korupsi di negaranya sehingga membuat mereka kurang bernafsu membeli barang-barang mewah sebagaimana tahun-tahun sebelumnya saat Singapura masih booming sebagai surga belanja.
Oleh sebab itu, China lebih memilih mengembangkan sendiri pasar ritel domestiknya ketimbang terus menerus berkontribusi terhadap ritel Singapura.
Hasilnya, China menempati peringkat pertama pasar ritel paling berkembang di dunia berdasarkan GDRI 2016 meskipun tengan mengalami perlambatan ekonomi.
Di samping perlambatan pertumbuhan ekonomi China, raihan posisi pertamanya di GRDI 2016 menunjukkan bahwa China masih menjadi pasar ritel paling atraktif.
"Sebabnya, kini ekonomi mereka bergeser dari model dorongan investasi menjadi model konsumsi masyarakat," kata salah satu peneliti sekaligus mitra A.T Kearney, Hana Ben-Shabat.
Selain itu, China sendiri juga tengah membangun mal-mal mewah, dan bahkan telah menyiapkannya sebagai surga bebas bea cukai di titik-titik panas wisata lokal guna mengangkat konsumsi turis dan memacu pariwisata domestik.
Baca: Pilih "Jakarta Great Sale" atau "Singapore Great Sale"?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.