SINGAPURA, KOMPAS.com - Selain faktor eksternal seperti perlambatan ekonomi China dan minimnya hasrat belanja turis asing, faktor internal juga ikut berperan memengaruhi terpuruknya sektor ritel dan pusat belanja Singapura.
Baca: Sepi Pengunjung, Orchard Road Bukan Lagi Surga Belanja
Akibatnya, pertumbuhan upah pekerja di Singapura diperkirakan bakal melambat 2,5 sampai 3 persen pada 2016 bila dibandingkan dengan rata-rata selama 10 tahun terakhir yang menyentuh angka 3,6 persen.
Permasalahan seperti pembatasan pekerjaan, mata uang yang kuat, belanja pariwisata lemah, dan kecenderungan warga Singapura berbelanja di mal-mal lebih murah di luar negeri merupakan tantangan bagi pelaku properti terutama sektor ritel di Singapura.
"Kita tidak bisa melawan tren-tren mayor seperti itu," ucap Direktur Eksekutif Orchard Road Business Association, Stephen Goh, menanggapi masalah-masalah tersebut.
Tanda-tanda diskon itu sendiri sudah beredar ke seluruh penjuru Singapura selama beberapa waktu terakhir.
Robinson bahkan telah menawarkan diskon 70 persen untuk berbagai macam barang selama dua minggu terakhir.
Kenaikan suku bunga yang dipicu oleh kenaikan tarif US Federal Reserve pada Desember 2015 juga telah menahan pengeluaran domestik.
Konsultan kredit perumahan mengatakan bahwa biaya bulanan pembayaran kondominium apartemen kelas menengah naik sebesar 400 dollar Singapura atau Rp 3,9 juta untuk satu persen poin kenaikan di Sibor.
"Keluargaku dan aku dulu berbelanja hampir setiap minggu, kini kami membuat keputusan hanya berbelanja sekali dalam waktu dua bulan," kata Manager Store, Dino Ahmari yang juga menanggung kredit perumahan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.