JAKARTA, KOMPAS.com - Moratorium yang dikeluarkan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Kemaritiman terkait reklamasi terdiri dari sisi perencanaan keseluruhan dan praktik di lapangan.
Di sisi perencanaan, pengembang harus melakukan kajian lingkungan secara detail, salah satunya Analisis mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Hal ini kemudian mengundang pertanyaan, salah satunya dari Dosen Sosiologi Pembangunan Universitas Indonesia Francisia Ery Seda.
Menurut dia, ada hal lain yang tersirat dari moratorium di sisi perencanaan.
"Alasan pemerintah kita menunggu studi Amdal yang lengkap. Dalam hati saya, memang studi Amdal seperti apa sih? Tidak perlu jadi ahli untuk menilai reklamasi ini memang destruktif," ujar Francisia saat diskusi terkait Indonesia National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) atau Pembangunan Terpadu Pesisir Ibu kota Negara, di Goethe Institute Jakarta, Jumat (13/5/2016).
Francisia melihat, niat pemerintah mengatakan hal tersebut hanya untuk mengulur-ulur waktu. Argumentasi pemerintah juga tidak masuk akal.
Padahal, pemerintah diisi oleh kalangan intelektual yang pasti bisa menentukan layak tidaknya proyek tersebut dari sisi lingkungan.
Dengan mengulur-ngulur waktu, pemerintah semakin memperlihatkan iktikad untuk melanjutkan proyek.
Hingga sejauh ini, Francisia menilai, tidak ada indikasi pemerintah akan menghentikan reklamasi.
"Kalau ditekan, penjelasan pemerintah akan terus mengelak," cetus Francisia.
Sebaliknya, lanjut dia, pemerintah pusat sebenarnya justru sejalan dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang ingin mewujudkan proyek ini.
Hanya Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang menentang proyek ini. Hal ini terlihat dari ketidakhadiran Susi setiap ada diskusi atau konferensi pers bersama Menko Kemaritiman atau Gubernur DKI Jakarta terkait reklamasi.
"Susi tidak lagi muncul. Saya lihatnya, (proyek ini) diambil alih oleh pusat. Pemerintah pusat setuju dengan proyek ini. Meskipun ada moratorium, itu hanya buying time. Kalau Amdal sudah jelas, peraturan jelas, go ahead (dilanjutkan)," tuntas Francisia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.