JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pengembang diberikan izin prinsip untuk membangun 17 pulau buatan di Pantai Utara Jakarta.
Pengembang tersebut yaitu PT Kapuk Niaga Indah, PT Jakarta Propertindo (Jakpro), PT Muara Wisesa Samudera atau anak perusahaan PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN), PT Taman Harapan Indah, PT Jaladri Kartika Eka Paksi, PT Pembangunan Jaya Ancol, PT Manggala Krida Yudha, PT Pelindo, dan PT Kek Marunda Jakarta.
Namun, menurut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), reklamasi tidak seindah seperti yang dijanjikan para pengembang ini.
Berikut 19 alasan mengapa reklamasi justru harus ditentang. Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya. Baca: 19 Alasan Reklamasi Harus DIhentikan (I)
11. Merusak situs sejarah Jakarta
Situs sejarah kota Jakarta sebagai kota bandar dengan pulau-pulau bersejarahnya di sekitar Teluk Jakarta akan tergerus dan hilang, jika reklamasi dilakukan.
Pelabuhan Sunda Kelapa juga akan terancam hilang dengan keberadaan 17 pulau rekayasa tersebut.
12. Mengancam obyek vital nasional
Saat ini, terdapat PLTGU dan PLTU di Muara Karang, Pelabuhan Perikanan Samudra Nizam Zachman di Jakarta Muara Baru.
13. Untuk siapa?
Reklamasi dibangun untuk kelas ekonomi atas, tidak untuk semua kelas apalagi menengah ke bawah. Harga properti yang dijual paling rendah seharga Rp 3,77 miliar dengan luas bangunan 128 meter persegi dan luas tanah 90 meter persegi.
Dengan harga setinggi ini, siapa yang sanggup membelinya?
14. Butuh restorasi bukan reklamasi, revitalisasi tanpar
Pencemaran logam berat di perairan Teluk Jakarta memang masih dalam standar aman nasional. Namun, angka pencemaran ini telah melampaui standar Netherlands Standards for Water Sediment.
Untuk mencegah pencemaran semakin parah, yang seharusnya dilakukan adalah dengan restorasi lingkungan, bukanlah reklamasi yang justru akan menambah kerusakan dan pencemaran laut.
Reklamasi bisa mencemari air laut bahkan sejak proses pembangunan sampai beroperasinya pulau-pulau reklamasi.
15. Comberan raksasa yang berakibat kematian ikan
Perairan di Teluk Jakarta pasca proyek reklamasi dan Giant Sea Wall akan menjadi comberan raksasa. Kematian ikan akan semakin parah karena kemampuan pembilasan alami (natural flushing) akan hancur.
Sedimen dari 13 sungai akan bertumpuk dan akan terjadi ledakan alga (booming fithoplankton) yang mengakibatkannya kadar oksigen rendah dan terjadi kematian ikan.
Kematian ikan pada awal Desember 2015 bukanlah yang pertama. Hal yang sama dan diketahui publik pernah terjadi pada tahun 1970-an, 2004, dan 2007.
16. Mengancam identitas nelayan sebagai penopang kedaulatan pangan
Reklamasi akan merampas dan menghilangkan wilayah penangkapan ikan. Sebanyak 16.000 kepala keluarga nelayan terancam tergusur dari wilayah hidup dan kehilangan pekerjaannya.
Pembuatan 17 pulau ini juga akan mengganggu aktivitas 600 kapal dari total 5.600 kapal nelayan yang ada di DKI Jakarta. Padahal, nelayan merupakan pahlawan protein bangsa, salah satu penopang kedaulatan pangan.
17. Meningkatkan kemiskinan dan ketidakadilan terhadap perempuan pesisir
Proyek reklamasi Teluk Jakarta tidak pernah memperhitungkan situasi khusus perempuan di pesisir Teluk Jakarta.
Menurut data Walhi, tidak pernah ada data terpilah gender maupun kajian dampak yang berbeda terhadap perempuan.
Perempuan pengupas kerang hijau menurun tajam pendapatannya, sehingga banyak yang bekerja serabutan termasuk menjadi buruh cuci ataupun pemulung.
Ditambah dengan beban kerja domestiknya, rata-rata perempuan di pesisir Teluk Jakarta bekerja setidaknya 18 jam sehari yang membahayakan kesehatan reproduksinya.
18. Tidak memberi nilai tambah pada Jakarta
Reklamasi hanya akan menjadi perumahan dan pusat komersial dengan desain arsitektur medioker yang tidak menjadi inspirasi ataupun kebanggaan Jakarta.
Tidak ada capaian besar maupun urgensi ekonomi padahal biaya sosial dan lingkungannya sangat tinggi.
Berbeda dengan Esplanade di Singapura atau Pantai Rio di Brazil, atau fasilitas publik yang bermanfaat, reklamasi di Jakarta hanya akan menjadi Pantai Indah Kapuk seluas separuh Kota Bogor.
19. Mimpi buruk Poros Maritim
Prof AB Lapian menyatakan Indonesia adalah sebagai “Negara kelautan yang bertabur pulau-pulau”. Namun, reklamasi menjadikan Indonesia sebagai negara daratan rekayasa dan pembohongan kelautan. Reklamasi memungunggi lautan dengan menimbun laut menjadi daratan baru.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.