JAKARTA, KOMPAS.com - Kawasan Gatsu. Demikian warga Jakarta melabeli Jl Gatot Subroto, salah satu koridor utama di ibu kota Indonesia ini.
Hingga sekarang, kondisi kawasan yang masuk dalam rancangan pengembangan bisnis Segi Tiga Emas ini memang paling tertinggal dibandingkan koridor Thamrin, Sudirman, dan HR Rasuna Said.
Bahkan, bila dibandingkan dengan koridor Satrio yang notabene paralel, koridor Gatot Subroto dua langkah di belakang.
Di koridor Satrio sudah banyak berdiri pengembangan-pengembangan multifungsi baru yang mencakup perkantoran, pusat belanja, apartemen, dan hotel.
Beberapa institusi finansial multinasional yang dianggap high profile bersedia berkantor di sini.
Sementara kondisi gedung-gedung perkantoran di koridor Gatot Subroto rata-rata sudah tua dan didominasi kantor pemerintahan. Sudah begitu, penyewanya pun perusahaan-perusahaan skala menengah.
Sampai saat ini, gedung yang sudah beroperasi dan memenuhi kualifikasi sebagai Grade A tak lebih dari dua yakni Wisma Mulia, dan Menara Jamsostek.
Harga rerata sewanya pun paling rendah di antara kawasan lainnya, yakni hanya Rp 250.000 per meter persegi per bulan.
"Kondisi tersebut semakin meneguhkan kontradiksi, bahwa kendati kawasan Gatot Subroto termasuk dalam central business district (CBD) Jakarta, namun minim fasilitas pendukung yang meneguhkan predikatnya," jelas Hendra kepada Kompas.com, di Jakarta, Minggu (24/1/2016).
Namun, seiring pesatnya perkembangan properti dan makin langka serta mahalnya harga tanah di CBD Jakarta, koridor Gatot Subroto menjadi daerah yang semakin dilirik oleh pengembang dan investor.
Terdapat delapan proyek skala besar sedang dikerjakan di koridor ini. Kedelapan proyek tersebut adalah Mangkuluhur City yang dikembangkan PT Kencana Graha Optima.
Menempati lahan seluas 4 hektar, Mangkuluhur City terdiri atas dua gedung apartemen, satu gedung hotel, dan dua gedung perkantoran.
Proyek berikutnya adalah gedung perkantoran Telkom Landmark Tower milik PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. Telkom Landmark Tower terdiri atas tiga gedung perkantoran.
Dua di antaranya merupakan gedung baru seluas 115.000 meter persegi, sementara satu gedung lagi merupakan bangunan eksisting yang akan direnovasi. (Baca: Pencakar Langit Milik Telkom Beroperasi Juli 2016)
"Pembukaan dan operasional Telkom Landmark Tower II pada Juli 2016, menyusul Telkom Landmark Tower I yang sudah beroperasi pada Januari 2015 lalu," ujar Direktur Utama PT Telkom Landmark Tower, Bayu Utomo.
Menyusul kemudian Wisma Mulia 2 yang dikembangkan di area perkantoran Mulia Office Park milik Mulialand Group. Bangunan Wisma Mulia 2 seluas 80.000 meter persegi.
Berikutnya Rajawali Group dan GIC Group mengembangkan The Capital Place dengan cakupan fungsi hotel, kantor, dan ruang ritel seluas total 141.000 m2. (Baca: Tahun Depan, Tiga Pencakar Langit Baru Menghiasai Cakrawala Jakarta)
Kemudian Centennial Tower garapan PT Citratama Inti Persada. Luas bangunan proyek ini mencapai 148.300 meter persegi dengan area sewa 100.000 meter persegi.
Berikutnya The Tower setinggi 50 lantai yang dibesut PT Alam Sutera Realty Tbk.
Selanjutnya Gayanti City. PT Buana Pacifik International akan membangun dua menara apartemen berkonsep loft dan satu menara perkantoran di atas lahan seluas 1,5 hektar.
Terakhir Synthesis Square dari Synthesis Development. Megaproyek ini mengombinasikan kondominium, hotel bintang lima, dan fasilitas retail.
Hendra memprediksi bila kedelapan proyek tersebut rampung, akan membuat koridor Gatot Subroto dalam tiga tahun ke depan menjadi pusat bisnis unggulan.
"Tentu tantangannya adalah kondisi ekonomi, dan kelebihan pasokan perkantoran," tuntas Hendra.
Berikut infografis gedung-gedung yang akan dibangun di Jakarta: