SURABAYA, KOMPAS.com - Pengembang-pengembang raksasa semakin intensif menggarap pasar Surabaya.
Ibu kota Jawa Timur ini menjadi primadona dalam lima tahun terakhir, saat seluruh sub-sektor properti menunjukkan pertumbuhan pesat.
Bahkan, Sinarmas Land Group, pengembang dengan kapitalisasi pasar terbesar di Indonesia, berencana memperluas bisnisnya dengan menggarap megaproyek ratusan hektar.
Pasca kesuksesan perumahan Wisata Bukit Mas yang sudah terserap 100 persen, mereka tengah mempersiapkan rancangan untuk membuka proyek kedua.
Managing Director Corporate Strategy & Services Sinarmas Land Ishak Chandra mengatakan proyek terbaru perusahaan di Surabaya akan diumumkan segera setelah Nuvasa Bay Batam dirilis pada kuartal III-2016.
"Kita punya rekam jejak bagus di Surabaya. Wisata Bukit Mas sold out. Setelah proyek di Batam, baru kita umumkan yang terbaru di Surabaya," buka Ishak.
Mengapa Surabaya, tidak Bandung atau Yogyakarta?
Menurut Ishak, pasar Surabaya sangat besar. Sebagai kota terbesar kedua di Indonesia, Surabaya punya pasar potensial dengan daya beli tinggi.
Hal senada juga dikemukakan Associate Director Research Colliers International Indonesia, Ferry Salanto. Kata Ferry, Surabaya punya banyak hal yang menjadi pemantik investor berbondong-bondong datang.
"Pertama, catchment area-nya luas. Makassar, Balikpapan, Manado, atau bahkan dari Semarang, Yogyakarta, banyak mengincar kota ini untuk berinvestasi," tutur Ferry, Kamis (21/1/2016).
"Paling jauh Bogor dan Jakarta. Itupun sudah merupakan area pengembangan sendiri. Sementara Yogyakarta hanya cocok untuk dikembangkan properti-properti menengah ke bawah," cetus Ferry.
Hal lainnya adalah, Surabaya sarat fasilitas dan kegiatan edukasi. Banyak perguruan tinggi level Nasional dengan akreditasi A yang menarik mahasiswa dari seluruh Indonesia untuk belajar di sana.
Orang tua para mahasiswa tersebut lebih memilih membeli properti ketimbang menyewanya. Karena dengan membeli, properti tersebut bisa dijadikan sebagai tempat tinggal anak-anaknya dan juga sekaligus sebagai instrumen investasi.
"Itulah mengapa kemudian apartemen-apartemen Educity yang dikembangkan Pakuwon Group laris manis. Padahal harganya tak bisa dibilang murah. Sekitar Rp 16 juta-Rp 20 juta peer meter persegi," kata Ferry.
Faktor berikutnya adalah banyak komunitas non-formal yang demikian kuat eksistensinya. Mereka berbisnis besi, baja ringan, makanan olahan, dan lain-lain yang ingin menunjukkan pengaruhnya dengan membeli properti-properti high profile di Surabaya.
Besarnya pasar Surabaya juga diakui Wakil Presiden Direktur PT Intiland Development Tbk, Sinarto Dharmawan. Menurut dia, Surabaya tak akan kehabisan pembeli properti. Bahkan untuk properti dengan harga di atas Rp 5 miliar pun, ceruknya cukup besar.
"Kami mampu mencetak penjualan sekitar Rp 1 triliun untuk apartemen Graha Golf dan The Rosebay Graha Famili," ungkap Sinarto, Senin (18/1/2016).
Sementara PT Ciputra Surya Tbk., sudah membuktikan besarnya pasar Surabaya dengan pengembangan Ciputra World Office di kompleks pengembangan Ciputra World Surabaya, Jawa Timur.
Ciputra World Office merupakan perkantoran strata dengan luas bangunan 40.316 meter persegi setinggi 23 lantai.
Masuknya Ciputra Surya ke pasar perkantoran di kota ini karena pasokan gedung kantor modern masih langka. (Baca: Dalam Empat Tahun, 20 Perkantoran Beroperasi di Surabaya).
Padahal, ceruknya besar. Banyak pebisnis yang mulai mencari dan beralih ke kantor modern dari sebelumnya berusaha di ruko-ruko.
Saat ini, harga ruko sudah mahal, parkir susah, dan fasilitas tidak ada. Nah, beli strata office mungkin sama harganya dengan ruko tapi parkir mudah, dan dilengkapi fasilitas.
Gedung perkantoran modern yang dikombinasikan dengan fasilitas dan fungsi properti lainnya, memang tengah diburu investor, dan perusahaan-perusahaan lokal Surabaya.
Baca juga:
Pakuwon Merajai Surabaya
Masa Depan Surabaya Ada di Tangan Puncak Group
Harga Tertinggi Apartemen Surabaya Rp 39 Juta Per Meter Persegi
Tengah Tahun, Intiland Rilis Apartemen Murah