Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tinggalkan Reklamasi, Saatnya Hidup di Atas Air

Kompas.com - 10/12/2015, 15:30 WIB
Ridwan Aji Pitoko

Penulis

Sumber Dezeen

KOMPAS.com - Naiknya level air laut dan defisit lahan kosong, membuat bangunan di atas air mulai dipertimbangan sebagai masa depan kehidupan.

Sudah banyak proyek pembangunan berkaitan dengan hal itu, mulai dari perumahan di atas Sungai Thames, London, hingga kota amphibi di China.

Di masa depan, orang-orang diperkirakan akan hidup dan bekerja di atas air. Kebijakan membuat pertahanan anti-banjir mulai mengubah kondisi bahwa laut dan sungai bisa dijadikan sebagai tempat tinggal.

"Mengingat dampak perubahan iklim, kita bisa mulai berpikir tentang kesempatan hidup dengan air daripada harus menentangnya dan malahan melakukan reklamasi lahan," jelas arsitek, Kunle Adeyemi.

Adeyemi, merupakan perintis studio Belanda, NLE yang telah menciptakan beberapa bangunan akuatik di pesisir Afrika, termasuk sekolah mengapung Makoko di Lagos, Nigeria dan sebuah stasiun radio di Delta Niger.


Sekolah Mengapung Makoko di Nigeria termasuk ke dalam "African Water Cities Project"

Kedua bangunan itu merupakan bagian dari proyek "African Water Cities" yang bertujuan menciptakan infrastruktur baru di area dekat air.

Belanda, tempat Adeyemi dibesarkan, yang memiliki lebih dari seperempat daratan terletak di bawah permukaan laut, memimpin dunia dalam pengelolaan air.

Selain itu, negeri kincir angin tersebut juga mengembangkan kebijakan perencanaan canggih yang mendorong hidup berbasis air.

Belanda kini tengah membangun koloni rumah terapung di atas Sungai Amsterdam. Pembangunan itu diperkirakan mampu menampung 18.000 rumah baru untuk menanggulangi backlog  perumahan di kota.

"Kami tahu bahwa kebijakan yang ada sekarang lebih maju di beberapa negara karena mereka sudah melakukannya selama beberapa tahun dan kebijakan di tempat lain rasanya memerlukan beberapa perbaikan," papar Adeyemi.

Pengelolaan air milik Belanda saat ini tengah disusun sebagai pertimbangan kebijakan di Indonesia, Amerika, Inggris, Mozambik, dan Etiopia. Adeyemi menambahkan bahwa seluruh dunia saat ini perlu mengikutinya.

www.designboom.com Karya pertama berasal dari NLE Architects. Firma arsitektur tersebut telah bekerja membangun proyek tiga tahap bagi komunitas pesisir Makoko di Lagos, Nigeria. Mereka ingin mengubah daerah tersebut menjadi tempat yang layak bagi komunitas setempat.
Bukan hanya arsitek, Tracy Metz, peneliti dari Harvard yang telah bertahun-bertahun meneliti strategi arsitektur dan infrastruktur terintegrasi air juga percaya bahwa perubahan kini sedang terjadi.

Desain di kota-kota terintegrasi air benar-benar salah satu acuan desain dan arsitektur sekarang.

"Membangun di atas air adalah tentang membuat kota menjadi fleksibel, lantas bagaimana cara kita menggunakan ruang yang kadang basah dan kadang kering ini," terang Tracy saat menjadi pembicara di konferensi What Design Can Do di Sao Paulo, pekan ini.

Pada tahun 2012, Alex de Rijke dari firma arsitektur London, dRMM memanggil seluruh arsitek untuk melihat upaya Belanda sebagai solusi menangani krisis perumahan di Inggris.

"Di Inggris, kami tidak kekurangan air dan hujan tetapi kami kekurangan rumah dan lahan untuk membangun," kata Alex.

Sejak saat itu, firma arsitektur Inggris lainnya mengajukan permohonan untuk bisa mereplika rumah mengapung di Amsterdam guna dikembangkan di kanal-kanal air Inggris.

Carl Turner, arsitek asal London percaya bahwa ribuan rumah dan tempat bekerja bisa dibangun di sepanjang aliran air tak terpakai di Inggris.

Carl juga mengatakan bahwa membuat bangunan mengapung bukanlah isapan jempol belaka dan bukan hanya karena isu perubahan iklim.

Firma arsitektur London lainnya, yakni Baca Architects bahkan telah menyelesaikan pembangunan rumah amphibi Inggris pertama tahun 2014 kemarin.

Mereka bersama dengan perusahaan manufaktur Belanda saat ini tengah merencanakan pembangunan rumah kapal prefabrikasi untuk saluran air ibu kota.


London Floating House telah diselesaikan pada 2014 lalu oleh Baca Architects

"Para arsitek perlu menciptakan bentuk adaptif arsitektur yang bisa merespon kepastian perubahan masa depan," ujar Richard Coutts, salah satu perintis Baca Architects.

Richard juga yakin bahwa "aquatecture" atau proyek arsitektur Baca di atas air mampu memberikan 44.000 rumah baru untuk menanggulangi krisis rumah di London.

Meski begitu, Matthew Butcher, seorang dosen di sekolah arsitektur Bartlett, London menyatakan para arsitek harus waspada dalam mereplikasi rumah kapal Belanda.

Ia yakin bahwa dengan menambatkan struktur permanen ke daratan, para arsitek akan gagal mengajukan pertanyaan mendasar tentang bagaimana lingkungan berubah.

"Salah satu masalah yang mengusikku terkait rumah mengapung itu adalah mereka cenderung terlihat seperti rumah-rumah yang kebetulan dimasukkan ke dalam air," kata Butcher.

archdaily.co.uk NLE mendesain Makoko Floating School atau Sekolah Mengambang Makoko. Sekolah tersebut merupakan tahap pertama dalam tiga tahap pengembangan yang akan menjadi sebuah komunitas mengambang, lengkap dengan hunian mengambang.
Butcher menambahkan bahwa rumah-rumah terapung di Belanda tidak harus benar-benar mengubah hidup masyarakat.

Menurutnya hal itu hanya harus dilihat sebagai teknologi baru yang membuat manusia sadar untuk tidak khawatir lagi tentang lingkungan.

Adeyemi juga setuju dengan pendapat Butcher. Menurutnya saat ini saluran air hanya dianggap sebagai halaman belakang tempat membuang sampah dibandingkan sebagai aset.

Dia meyakini jika perubahan iklim akan membuat orang mempertimbangkan kembali pemikiran itu dan mencoba memperbaiki hubungan mereka dengan air.

"Jika fokus kita dialihkan ke aset ini, sumber daya alam ini, kita bisa mulai memperlakukannya lebih baik dan meningkatkan kondisi saluran air," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com