"Konstruksi ini meskipun termasuk pondasi dangkal, tapi memiliki struktur yang kuat dan rigid," kata Ketua Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia (HATTI), Masyhur Irsyam, di Jakarta, Kamis (3/12/2015).
Pondasi sarang laba-laba, yang hak patennya dipegang oleh PT Katama Suryabumi, saat ini telah banyak dipergunakan untuk bangunan bertingkat sampai delapan lantai, konstruksi jalan, bahkan untuk apron bandara.
Masyhur mengatakan pentingnya melibatkan ahli tanah dalam mendirikan bangunan adalah untuk mengetahui kondisi tanah dan pondasi yang dipergunakan untuk bangunan yang akan dibangun di atasnya, termasuk dalam menggunakan konstruksi sarang laba-laba.
"Kemampuan ahli tanah di Indonesia tidak kalah dibandingkan ahli dari luar negeri, kecuali untuk proyek-proyek konstruksi yang dikerjasamakan dengan asing memang harus mendatangkan konsultan luar seperti pembangunan proyek MRT, tetapi selebihnya kita semua yang mengerjakan," ujar Masyhur.
Dia menambahkan, pemerintah sangat ketat dalam kebijakan penggunaan tenaga konsultan termasuk tenaga ahli teknik tanah. Contohnya pada tender pekerjaan konstruksi yang selalu mensyaratkan rekomendasi dari ahli semacam ini.
"Apalagi untuk daerah rawan bencana," jelas Masyhur.
Persoalannya, lanjut Masyhur, kebutuhan ahli teknik tanah di Indonesia masih sangat besar, apalagi untuk Provinsi DKI Jakarta yang memiliki tim penasehat konstruksi bangunan (TPKB). Peraturan daerah mengharuskan bangunan di atas delapan lantai harus mengantongi sertifikat yang diterbitkan TPKB.
"Karena di dalam terdapat rekomendasi bangunan itu harus tahan terhadap gempa, kalau semua pemerintah provinsi memiliki team ini maka kebutuhan tenaga ahli teknik tanah semakin besar, kondisi sekarang saja masih kekurangan," ujar Masyhur.
Komitmen daerah
Sampai saat ini ada beberapa daerah yang kondisi tanahnya dinilai tidak stabil. Beberapa daerah itu perlu penanganan khusus, misalnya di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Tol Cipularang, Jawa Barat, serta Tol Semarang-Bawen, Jawa Tengah. Kawasan tersebut ada dalam rekomendasi konstruksi dari ahli tanah.
"Apakah kita akan menggunakan konstruksi dangkal, dalam, atau konstruksi khusus. Semua itu ada angka hitungannya, kita tinggal melihat dari nilai ekonomisnya. Seperti di tol Cipularang, pilihannya ketika itu jembatan atau timbunan. Kalau jembatan, tentunya sangat mahal, pilihannya kemudian timbunan tentunya dengan pemeliharaan," ujar Masyhur.
Sejauh ini, konstruksi sarang laba-laba sudah banyak dipakai untuk daerah yang sering terjadi gempa, misalnya di Aceh dan Padang. Tetapi, persoalannya belum semua pemerintah daerah memiliki Perda seperti DKI yang mengharuskan bangunan tertentu memiliki sertifikat.
"Memang, perlu komitmen kuat dari masing-masing pemerintah daerah. Tapi saya yakin, sebagian besar pemerintah daerah terutama di daerah bencana sudah mulai mengarah ke sana. Mereka tentunya ingin desain konstruksi yang aman bagi daerahnya," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.