Sehubungan dengan pasokan yang terus meningkat dari tahun ke tahun, pasar apartemen di Kota Semarang mencetak penjualan secara bertahap, dengan angka 60-70 persen selama masa pembangunan.
Adapun profil pembeli didominasi warga Semarang dan sekitarnya, serta dari beberapa kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, dengan motivasi utama untuk berinvestasi dan sebaga second home.
Mereka mengharapkan keuntungan dari capital gain seiring dengan semakin berkembangnya Kota Semarang sebagai pusat bisnis dan ekonomi.
Solo
Dibandingkan Yogyakarta dan Semarang, perkembangan pasar apartemen di Kota Solo cenderung lebih lambat. Hingga tahun 2015, hanya terdapat tiga proyek apartemen, yaitu Solo Paragon, Solo Center Point, dan The Kahyangan, dengan total 1.110 unit.
Secara umum, apartemen belum menjadi kebutuhan di kota ini, mengingat perkembangan kota dan gaya hidup masyarakatnya yang belum terbentuk mengarah kepada kepraktisan, sehingga pasar apartemen di kota ini belum sepesat kota-kota lainnya.
Solo Paragon merupakan proyek apartemen dan mixed use pertama di sini. Penjualan dan pembangunan dimulai tahun 2008 dan selesai dibangun pada 2010. Tingkat penjualan cenderung tidak terlalu cepat.
Hingga tahun 2011 tingkat penjualan apartemen hanya mencapai 85 persen dengan kenaikan harga berkisar antara 5 persen-10 persen per tahun.
Solo Center Point merupakan proyek apartemen kedua yang juga dikembangkan dengan konsep mixed-use antara pusat ritel IT, ruko, perkantoran, kondotel, dan apartemen.
Pengembangan proyek ini dimulai pada tahun 2010 dan selesai empat tahun kemudian. Penjualan proyek apartemen ini pun tidak terlalu cepat. Tingkat penjualan hanya mencapai 60 persen pada akhir tahun 2011.