YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pengembangan sektor properti perumahan vertikal atau apartemen di daerah, terutama poros Yogyakarta (Jogjakarta), Solo, dan Semarang (Joglosemar) di Jawa banian tengah, semakin menggeliat.
Di ketiga kota utama tersebut tumbuh apartemen-apartemen dengan rentang harga Rp 250 juta hingga Rp 1 miliar dengan beragam konsep. Mulai dari apartemen berkonsep resor dan hotel, hingga khusus untuk mahasiswa.
Riset Leads Property Indonesia menunjukkan kegairahan bisnis apartemen tak lepas dari kegiatan pendidikan dan bisnis di Joglosemar.
Karena itu, ada banyak pengembangan apartemen yang juga diintegrasikan dengan properti komersial lainnya macam pusat belanja, hotel, dan pusat bisnis.
"Selain aktivitas bisnis dan pendidikan, pertumbuhan properti vertikal di Yogyakarta, Solo dan Semarang juga dipicu perubahan gaya hidup, dan meningkatnya daya beli masyarakat," tutur CEO Leads Property Indonesia, Hendra Hartono, kepada Kompas.com, Senin (2/11/2015).
Yogyakarta
Perkembangan bisnis apartemen di Yogyakarta pada umumnya dilatarbelakangi oleh image sebagai kota pelajar yang ditandai keberadaan berbagai perguruan tinggi seperti Universitas Gajah Mada, Universitas Islam Indonesia, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Atmajaya Yogyakarta, dan lain-lain.
Hal ini menjadikan mahasiswa sebagai target utama pengembang apartemen.
Mayoritas proyek diperuntukan bagi segmen menengah dan menengah ke bawah, serta dikembangkan sesuai kebutuhan pasar mahasiswa.
Beberapa proyek juga menargetkan segmen yang lebih tinggi atau menengah–menengah atas, khususnya untuk proyek-proyek yang dikembangkan dengan konsep mixed-use lengkap dengan hotel/kondotel dan pusat belanja untuk mendukung aktivitas pariwisata.
Unit studio, 1 kamar tidur dan 2 kamar tidur dengan ukuran 20-40 meter persegi dan 30-50 meter persegi merupakan tipe yang paling diminati.
Pembeli apartemen yang bermotif investasi masih mendominasi. Mereka mengharapkan keuntungan dari penyewaan unit oleh mahasiswa yang berasal dari seluruh Indonesia.
Hal lain yang menjadikan pasar apartemen di Kota Yogyakarta menarik adalah capital gain yang cukup tinggi, berkisar antara 20 persen sampai 30 persen per tahun.
"Keuntungan modal tinggi karena harga yang relatif terjangkau dan besarnya permintaan untuk produk properti tersebut," imbuh Hendra.
Semarang
Berbeda dengan Yogyakarta, pasar apartemen Semarang lebih banyak didorong oleh pertumbuhan kota sebagai pusat bisnis, perubahan gaya hidup, dan meningkatnya daya beli masyarakat.
Pengembangan apartemen, khususnya di pusat kota, dimulai sekitar tahun 2011 yang salah satunya ditandai pembangunan Mutiara Garden. Pengembangan apartemen semakin marak pada tahun 2013 dan 2014, dan terus berlanjut tahun ini.
Namun sebagaimana terjadi di Jakarta dan Surabaya, pelemahan penjualan apartemen juga terjadi di Semarang.
Proyek apartemen tersebut dikembangkan dengan konsep campuran antara apartemen dengan hotel/kondotel, perkantoran, dan pusat belanja atau area retail. Selain di pusat kota, beberapa pengembang juga mencoba menangkap permintaan dari pasar mahasiswa dengan mengembangkan apartemen di area sekitar universitas seperti Universitas Diponegoro.
Sementara segmen pasar yang dibidik mayoritas merupakan kelas menengah dan menengah ke atas dengan tipe studio, 1 kamar tidur dan 2 kamar tidur seharga Rp 15 juta-Rp 25 juta per meter persegi.
Sedangkan proyek-proyek yang menargetkan pasar mahasiswa, lebih menyasar kepada segmen menengah ke bawah dengan harga berkisar antara Rp 10 juta-Rp 15 juta per meter persegi.
Sehubungan dengan pasokan yang terus meningkat dari tahun ke tahun, pasar apartemen di Kota Semarang mencetak penjualan secara bertahap, dengan angka 60-70 persen selama masa pembangunan.
Adapun profil pembeli didominasi warga Semarang dan sekitarnya, serta dari beberapa kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, dengan motivasi utama untuk berinvestasi dan sebaga second home.
Mereka mengharapkan keuntungan dari capital gain seiring dengan semakin berkembangnya Kota Semarang sebagai pusat bisnis dan ekonomi.
Solo
Dibandingkan Yogyakarta dan Semarang, perkembangan pasar apartemen di Kota Solo cenderung lebih lambat. Hingga tahun 2015, hanya terdapat tiga proyek apartemen, yaitu Solo Paragon, Solo Center Point, dan The Kahyangan, dengan total 1.110 unit.
Secara umum, apartemen belum menjadi kebutuhan di kota ini, mengingat perkembangan kota dan gaya hidup masyarakatnya yang belum terbentuk mengarah kepada kepraktisan, sehingga pasar apartemen di kota ini belum sepesat kota-kota lainnya.
Solo Paragon merupakan proyek apartemen dan mixed use pertama di sini. Penjualan dan pembangunan dimulai tahun 2008 dan selesai dibangun pada 2010. Tingkat penjualan cenderung tidak terlalu cepat.
Hingga tahun 2011 tingkat penjualan apartemen hanya mencapai 85 persen dengan kenaikan harga berkisar antara 5 persen-10 persen per tahun.
Pengembangan proyek ini dimulai pada tahun 2010 dan selesai empat tahun kemudian. Penjualan proyek apartemen ini pun tidak terlalu cepat. Tingkat penjualan hanya mencapai 60 persen pada akhir tahun 2011.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan apartemen belum menjadi fokus pada masa itu, dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya seperti hotel/kondotel dan shopping mall.
Sementara The Kahyangan Apartemen merupakan apartemen terbaru yang dilansir tahun 2015. Proyek ini terletak di kawasan Solo Baru yang merupakan kota satelit bagian dari Kawasan Solo Raya.
Dengan pengembangan kawasan yang terintegrasi, proyek apartemen ini memiliki peluang untuk menarik permintaan dari investor-investor lokal dan ekspatriat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.