Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hingga Dua Tahun ke Depan, Bisnis Properti Suram

Kompas.com - 06/10/2015, 23:12 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - "Untuk short term atau jangka pendek, satu hingga dua tahun ke depan, bisnis properti akan tetap suram," ujar Associate Director Research Colliers International Indonesia, Ferry Salanto kepada Kompas.com, usai presentasi Jakarta Property Market Report, Selasa (6/10/2015). 

Bukan tanpa alasan Ferry mengungkapkan prediksinya. Perlambatan bisnis properti yang sudah terjadi sejak semester II-2014 akan terus berlanjut sampai kondisi ekonomi kembali pulih. Masalahnya, pulihnya kondisi ekonomi tidak akan terjadi dalam waktu dekat. 

Terlebih Bank Dunia telah memangkas estimasi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2015 menjadi 4,7 persen saja dari sebelumnya 5,2 persen. Padahal kelangsungan bisnis properti sangat tergantung pada pertumbuhan ekonomi.

Pun saat Rupiah sempat menguat ke angka Rp 14.200 per 1 dollar AS, tidak akan serta merta mengembalikan gairah bisnis properti. Dampaknya masih terbatas, dan hanya sesaat. Belum bisa dijadikan patokan para pelaku pasar properti untuk meresponsnya dalam sebuah eksekusi transaksi. 

thinkstock Ilustrasi apartemen
"Tahun ini penuh tantangan baik eksternal, maupun internal. Ekspansi bisnis ditangguhkan akibat ketidakjelasan regulasi perpajakan, dan kebijakan kepemilikan asing (foreigner ownership)," ucap Ferry.

Kendati pemerintah telah mengeluarkan deregulasi dalam bentuk Paket Ekonomi II, sektor properti belum akan menemukan momentumnya kembali. Akibatnya beberapa sub-sektor mengalami keterpurukan, untuk tidak dikatakan bernasib buruk.

Salah satu sub-sektor yang menunjukkan kinerja paling buruk hingga kuartal III-2015 adalah perkantoran. Hal ini ditandai dengan terus menurunnya tingkat hunian perkantoran di pusat bisnis atau central business district (CBD) Jakarta sebesar 1 persen menjadi 92,7 persen secara triwulanan atau 2,7 persen secara tahunan dari sebelumnya 95,4 persen.

Penurunan tingkat hunian memicu para pengelola dan pemilik gedung perkantoran membanting harga sekompetitif mungkin. Bahkan, kata Ferry, banyak perkantoran lama dan baru memangkas harga sewa sebesar 30 persen. 

HBA/Kompas.com Harga lahan di kawasan industri MM2100 yang dikembangkan PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk sekitar 200 dollar AS per meter persegi.
Ferry memperkirakan fenomena diskon harga sewa tersebut akan terus meluas sampai dua tahun mendatang. Pasalnya, hingga akhir tahun 2015 saja terdapat 4,98 juta pasokan yang memenuhi pasar CBD Jakarta. Bagaimana pula jika ditambah pasokan baru sampai tiga tahun mendatang seluas 2,16 juta?

Tentu saja, pengembang dan pengelola gedung perkantoran harus berupaya keras memasarkan aset-asetnya agar terserap pasar. Sementara di sisi lain, investor justru masih menangguhkan ekspansi bisnis terkait gejolak Rupiah.

"Bagi investor gonjang-ganjing Rupiah sangat mengganggu kalkulasi bisnis. Sebaliknya jika Rupiah stabil, katakanlah dalam batas toleransi Rp 13.000 per 1 dollar AS, masih bisa memberikan rasa percaya diri kepada para pelaku pasar," ucap Ferry.

Sub-sektor lain yang menunjukkan kinerja terburuk kedua adalah apartemen. Penjualan mengalami perlambatan yang dipicu sikap hati-hati para investor dan pembeli potensial. Secara umum, tingkat serapan apartemen pada kuartal III-2015 menurun moderat menjadi 85,8 persen atau lebih rendah 1 persen dari kuartal sebelumnya.

Sementara pasokan yang masuk pasar bertambah 3.218 unit menjadi 152.358 unit atau tumbuh 2,2 persen secara kuartalan dan 9,4 persen secara tahunan. Tak mengherankan jika para pengembang menyiasatinya dengan menjual apartemen lengkap berikut furnitur di dalamnya hanya agar apartemennya dapat terjual dan harga tetap tinggi.

Saat ini, harga rerata mencapai Rp 29,87 juta per meter persegi atau meningkat 3,4 persen secara kuartalan dan 11,2 persen secara tahunan. 

"Subsektor lainnya demikian juga. Kawasan industri tergantung ekspansi investasi baik dari perusahaan asing maupun dalam negeri yang masih menunggu ekonomi normal. Sementara sub-sektor ritel, meski aman sangat tergantung daya beli. Sementara daya beli saat ini berkurang," pungkas Ferry.

www.shutterstock.com Ilustrasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com