MELBOURNE, KOMPAS.com - Para ahli pembiayaan infrastruktur negara-negara APEC meyakini konsep public private partnership (PPP) sebagai cara efektif membiayai proyek-proyek infrastruktur besar. Untuk itu, diperlukan usaha keras dari negara-negara anggota APEC untuk menciptakan kebijakan dan persiapan yang tepat demi terselenggaranya PPP.
Hal ini kembali ditekankan dalam 3rd APEC Bussiness Advisory Council Meeting di Melbourne, Australia, yang berlangsung selama empat hari, 10-13 Agustus 2015, dalam rangka persiapan Pertemuan Menteri Keuangan APEC di Cebu bulan September, dan KTT APEC di Manila bulan November 2015.
Menurut Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) yang juga Anggota Komisi Pembiayaan Infrastruktur APEC Center, Bernardus Djonoputro, sampai dengan 2020, Asia memerlukan 8 triliun dollar AS untuk membangun infrastruktur. Sementara Indonesia memerlukan hampir 500 miliar dollar AS, dengan kesiapan dana pemerintah yang terbatas.
"Ketidakjelasan peraturan dan parameter proyek PPP akan menyebabkan kurang tertariknya pihak swasta dan investor untuk berpartisipasi," ujar Bernardus kepada Kompas.com, Selasa (11/8/2015).
Oleh karena itu, diperlukan aturan main dan perundang-undangan yang transparan dan mumpuni untuk segera melibatkan investor pada proyek-proyek PPP skala besar di Indonesia.
Dalam pertemuan Melbourne kali ini, ditegaskan bahwa dana investasi untuk bidang infrastruktur di Asia Pacific tersedia, dan banyak perusahaan pendanaan yang siap untuk mengerjakan proyek-proyek infrastruktur besar.
Proyek-proyek infrastruktur besar tersebut diyakini dapat meningkatkan konektivitas dan pertumbuhan ekonomi secara merata. Masalah utamanya adalah kejelasan dan persiapan proyek yang mumpuni.
Bernardus menambahkan, dibutuhkan usaha peningkatam kapasitas manajemen PPP di level pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah harus segera membentuk lembaga khusus untuk menangani PPP demi percepatan pelaksanaan kerjasama pemerintah dengan swasta seperti tercakup dalam Perpres 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha.
Penempatan modal pemerintah di BUMN dan alokasi APBN akan segera terbatas, sehingga tidak ada jalan lain selain mengundang swasta berpartisipasi. Namun harus disadari bahwa melaksanakan proyek PPP skala besar berarti pemerintah harus memberikan ruang untuk pemain pendanaan internasional untuk berpartisipasi melalui tender internasional.
"Negara-negara seperti Korea dan Filipina sangat berhasil membangun proyek-proyek besarnya melalui lelang internasional PPP, termasuk proyek jalan tol, kereta api urban, kota pintar, pelabuhan, dan lain lain," Bernardus mencontohkan.
Dia optimistis, kelembagaan baru PPP di bawah Presiden atau Wakil Presiden akan meningkatan kepercayaan tersebut. Terlebih melalui pengelolaan tender secara komersial dengan kaidah-kaidah mumpuni, dan menjadi katalis penciptaan iklim investasi yang positif. Selain itu, APEC Center juga meyakini pentingnya pengembangan kapasitas di level pemerintah provinsi dan kota/kabupaten.
Sekaranglah, waktu untuk pemerintah bertindak tepat mengundang investasi internasional dan domestik, persiapkan proyek dengan baik, dengan menyusun pola kerjasama.
"Studi kelayakan, profil risiko, perhitungan dan pengembalian investasi, semuanya harus dilakukan sesuai norma praktek global," tandas Bernardus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.