"Properti menengah ke atas mengalami penurunan penjualan. Bukan hanya Perumnas, tapi banyak pengembang lain juga begitu. Kalau di middle up cukup tinggi penurunannya bisa 40-50 persen. Ada satu pengembang besar sampai 70 persen," ujar Himawan di kantor pusat Perumnas, Jakarta, Kamis (6/8/2015).
Dia melanjutkan, banyak hal yang menyebabkan penurunan ini, salah satunya adalah kebijakan bank. Pada semester satu 2015, Bank Indonesia masih menerapkan kewajiban pembayaran uang muka Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebesar 30 persen.
Hal senada diutarakan Direktur Pemasaran Muhammad Nawir. Menurut dia penurunan banyak terjadi pada penjualan properti menengah ke atas yang dipegang oleh anak perusahaan Perumnas. Namun untuk hunian menengah ke bawah, masih cukup stabil.
Nawir mengatakan, faktor lain dari penurunan properti menengah ke atas, khususnya apartemen, adalah pelemahan Rupiah terhadap Dollar AS. "Komponen untuk apartemen kan banyak yang impor, sehingga biayanya akan lebih meningkat," sebut dia.
Meski begitu, dia tetap optimistis target pendapatan penjualan Rp 1,6 triliun bisa tercapai. Dengan adanya program satu juta rumah yang dicanangkan Pemerintah, bisa membantu penjualan Perumnas. Dalam program ini, Perumnas menargetkan akan membangun 36.000 unit.
Himawan menyebutkan, dalam kurun waktu tiga tahun ke depan, Perumnas akan membangun 200 menara apartemen dan rumah susun. Hingga saat ini, sudah terbangun 37 menara. Sedangkan sebanyak 20 menara sudah siap dibangun.
Saat ini, Perumnas tengah mencari pembiayaan, salah satunya adalah dari pencairan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 1 triliun. Setelah PMN cair, kata Himawan, Perumnas dimungkinkan bisa mengejar pembangunan pada tahun depan.
"Rancangan kebutuhan untuk 100 ribu unit rumah per tahun Rp 11 triliun. Skemanya itu bisa dari PMN, subsidi, atau kebijakan soft loan," sebut Himawan.