Posisi kedua tertinggi ditempati Tangerang Selatan dengan harga rerata mencapai Rp 8,5 juta per meter persegi. Disusul kemudian Denpasar dengan harga rerata Rp 7,5 juta per meter persegi, dan Bandung Rp 4,5 juta per meter persegi.
Pemicu lainnya adalah keterbatasan pasokan lahan di pusat-pusat bisnis, dan pusat-pusat pemerintahan. Sebut saja di kawasan Tunjungan, Embong Malang, dan Jl Basuki Rahmat yang merupakan jantung kota berjuluk "kota pahlawan" tersebut.
Sementara itu, dengan akses yang semakin mudah melalui berbagai ruas jalan tol, Tangerang Selatan mencatat harga rata-rata tertinggi untuk kawasan Bogor, Depok, dan Tangerang (Bodetabek).
Harga tanah di Bogor, Depok, dan Bekasi sendiri masih berkutat pada angka rerata Rp 2 juta hingga Rp 2,5 juta per meter persegi.
Jakarta
Sedangkan harga rerata tanah di Jakarta melesat secara dramatis karena didorong defisit lahan kosong, dan bertumbuhnya permintaan akan hunian, ruang kantor serta properti komersial lainnya. Harga rerata tanah di Jakarta, meroket hingga Rp 25 juta per meter persegi.
Harga setinggi itu berlaku di Jakarta Pusat. Sementara di Jakarta Utara mencapai sekitar Rp 23 juta per meter persegi. Hal ini, kata Lamudi, merupakan fenomena menarik. Pasalnya, meskipun kawasan Jakarta Utara masih sering dilanda banjir, namun pergerakan harga tanahnya demikian agresif.
Bagaimana dengan Jakarta Selatan sebagai konsentrasi perumahan elite dan perkantoran dengan penyewa perusahaan multinasional di sektor migas? Menurut Lamudi, harga rerata tanah di Jakarta Selatan masih lebih tinggi ketimbang Jakarta Barat yang tak kalah prospektif pasca-pembukaan Jakarta Outer Ring Road (JORR) seksi West 2.
Harga rerata tanah di Jakarta Selatan tercatat Rp 14,2 juta per meter persegi. Sedangkan Jakarta Barat Rp 13,5 juta, dan Jakarta Timur Rp 5,3 juta sebagai kawasan dengan pencapaian harga terendah di wilayah Jakarta.