Kejanggalan formal selanjutnya, surat keputusan tersebut dikeluarkan oleh kepala biro.
"Apa iya, kepala biro bisa buat kebijakan surat keluar ke instansi lain? Kalau iya, ini problem tata negara. Kita bernegara ada aturannya. Tidak sembarang orang mengeluarkan surat," kata Erwin.
Erwin kemudian meragukan hal tersebut karena, umumnya, hanya menteri atau pelaksana tugas menteri yang bisa mengeluarkan surat keputusan atau kebijakan. Beda halnya jika surat tersebut dikeluarkan untuk internal.
Sementara itu, kejanggalan substansial terdapat pada isi surat poin kedua bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun tetap berlaku, kecuali ketentuan mengenai fungsi rumah non-hunian. Kedua hal itu dimaknai sebagai sesuatu yang bertentangan.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun mencakup penjelasan soal rusun hunian, non-hunian, dan campuran. Kemudian, memang muncul pertimbangan baru bahwa kantor, mal, dan trade center bukanlah rusun. Oleh sebab itu, pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, elemen rusun non-hunian dihilangkan.
Erwin menjelaskan, meski tidak diatur dalam payung hukum, bukan berarti hal itu bisa dikatakan bertentangan. "Sepanjang tidak ada larangan tegas, maka praktik di lapangan diperbolehkan. Apa kalau tidak diatur, langsung dikatakan bertentangan? Ini pemahaman yang salah," kata Erwin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.