Urusan jalan tol adalah bisnis "kurus", dan "gemuk", alias bisnis yang diukur dari keuntungan atau profit atau sebaliknya merugi. Karena itu terkait juga dengan ketegasan, dan kejelasan pemerintah. Jika badan usaha milik negara (BUMN), swasta, atau keduanya sudah mendapat konsesi namun secara pertimbangan finansial tidak layak, seharusnya tidak dibangun.
Direktorat Jenderal Bina Marga, melalui Badan Pengatur Jalan tol (BPJT) selaku regulator, kata Harun, dalam hal ini harus menjadi wasit yang independen, dan tegas dalam melakukan pratinjau terhadap proyek yang laik atau tidak dijalankan serta proyek yang kadung terbangun.
"Kalau sudah rusak, macam Tol Kanci-Pejagan, dan Tol Cipularang sebaiknya ditutup saja, jangan difungsikan. Karena implikasinya sangat berbahaya bagi pengguna kendaraan yang melintasinya. Bina Marga dan BPJT jangan melakukan negosiasi-negosiasi yang tidak perlu, konsesi ambil alih," tutur Harun.
Menurut dia, adalah kerja gila membangun jalan tol tanpa memperhatikan aspek finansial. Tol Kanci-Pejagan merupakan salah satu potret dari kerja gila tersebut. Harun pun kemudian mempertanyakan ruas Jalan Tol Trans-Sumatera, Trans-Kalimantan, dan Trans-Sulawesi.
"Jalan tol dibangun jika volume kendaraan atau kasarnya penjualan mobil di suatu daerah mengalami peningkatan tajam. Ruas Manado-Bitung itu sepi. Ini harus disadari oleh investor, tidak semua infrastruktur itu menguntungkan. Apalagi tol antarkota-antarprovinsi di daerah," pungkas Harun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.