Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisnis Properti Bakal Terpuruk? Nanti Dulu...

Kompas.com - 04/05/2015, 20:45 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

"Sekarang relatif stabil. Mau Rp 13.000 per satu dollar AS atau Rp 9.000 per satu dollar AS, selama tidak naik turun atau stabil, itu akan menstimulasi pertumbuhan properti," ujar Harun.

Sementara itu, COO PT Intiland Development Tbk, Sinarto Dharmawan mengungkapkan, penjualan apartemen mewah Sumatera 36 sudah terjual separuhnya dari total 63 unit. Harganya pun tak bisa dibilang murah yakni Rp 36 juta per meter persegi.

Begitu pula dengan penjualan Spazio Tower 2 yang sudah terserap 60 unit dari 200 unit yang dilempar ke pasar. Harganya pun melonjak menjadi Rp 35 juta per meter persegi, dari sebelumnya hanya Rp 19 juta per meter persegi.

"Ini bukan anomali, tapi fakta bahwa bisnis, dan industri properti masih bergairah. Khususnya di Surabaya. Tapi, secara umum, selama pembangunan infrastruktur digenjot, dan dipercepat, sektor properti akan bangkit lebih cepat," imbuh Sinarto.

Hati-hati

Bukan tanpa alasan Ketua Umum DPP REI Eddy Hussy mengungkapkan penurunan drastis penjualan properti hingga 50 persen. Menurut Eddy, penurunan penjualan ini disebabkan oleh berbagai. Faktor utama, tentu saja kondisi ekonomi yang melambat.

Penurunan tersebut memaksa REI menurunkan target penjualan, yang semula diharapkan naik 17 persen, hanya tumbuh menjadi 10 persen.

"Dengan kondisi seperti ini, kami tidak berani menetapkan target terlalu tinggi. Sehingga mengikuti kondisi ekonomi saja. Target pertumbuhan 10 persen dari realisasi tahun 2014," tandas Eddy.

Hal senada dilontarkan maestro properti Indonesia, Ciputra. Pendiri imperium Ciputra Group ini mengatakan pasar sedang terkoreksi. Dia pun mengimbau pengembang untuk hati-hati, dan tidak terlalu agresif melahirkan produk baru.

"Pasar sedang terkoreksi. Tingkat koreksi itu tergantung policy (kebijakan) pemerintah. Mau dibawa ke mana negara ini? Itu harus jelas. Pengembang tidak bisa asal bangun kalau tidak mau produknya tak laku," ujar Ciputra.

Menurut Ciputra, peringatan dini bakal terkoreksinya pasar properti lebih dalam, harus diantisipasi para pengembang, terutama pengembang medioker, dan pengusaha yang baru menggeluti sektor ini.

Lesunya ekonomi Nasional, kata Ciputra, paling berdampak signifikan terhadap bisnis perkantoran, dan kondominium atau apartemen strata. "Perkantoran sudah over supply (kelebihan pasokan), demikian juga apartemen. Kalau sudah ada 40 persen produknya terjual, baru dibangun. kalau masih kurang dari itu, pertimbangkan kembali," papar Ciputra.

Sebaliknya, bila proyeknya sudah mencapai tahap konstruksi 25 persen, harus diteruskan. Jangan sampai macet di tengah jalan. Karena hal ini, kata Ciputra, terkait erat dengan kepercayaan (trust) pasar.

"Kalau sekarang, prinsip kehati-hatian dan perhitungan matang sering diabaikan. Terutama oleh pengembang baru yang terlalu berani. Mereka kalap mencari pinjaman dari luar negeri dengan kurs dollar AS dan bunga tinggi. Lebih baik tidak membangun, daripada tidak bisa membayar utang," tandas Ciputra.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau