SERPONG, KOMPAS.com - Properti adalah kebutuhan primer. Sama vitalnya dengan kebutuhan akan pangan, dan sandang. Jika harus mereka ulang kejadian lima belas tahun silam, bisnis properti ternyata tidak pernah mati, meskipun ada krisis multidimensi.
Konsultan properti, Lily Tjahnadi, mengutarakan pendapatnya terkait bisnis properti dan perkembangan aktual saat kondisi ekonomi sedang melemah seperti sekarang, kepada Kompas.com, usai prosesi selebrasi peletakan batu pertama pembangunan Roseville SOHO & Suites, di Serpong, Sabtu (2/5/2015).
Menurut Lily, ekonomi makro boleh lesu, dan resesi bisa saja terjadi, namun bisnis properti tetap tumbuh. "Tidak pernah mati. Yang ada adalah stagnan. Nilainya tidak turun dan akan terus naik. Yang turun adalah pertumbuhan harganya," ujar Lily.
Terlebih untuk saat ini, lanjut Lily, kebutuhan (demand) tinggi karena populasi terus bertambah. Satu generasi muda produktif mulai muncul dengan beragam kebutuhan. Mereka mulai menghargai kehidupan, dan membutuhkan properti yang sesuai dengan gaya hidupnya, yakni yang dapat mengakomodasi kreativitas.
Tak main-main, kebutuhan hunian yang belum terpenuhi sekitar 33,5 juta unit. Sementara di sisi lain, yang sanggup dibangun oleh pemerintah dan pengembang swasta hanya 300.000 unit per tahun.
"Tingginya kebutuhan ini dan rendahnya pasokan, yang akan menstimulasi bisnis properti tetap jalan, dan tak akan pernah berhenti. Demikian halnya dengan jenis properti yang semakin digandrugi, terlebih yang unggul dari segi lokasi, posisi, dan strategis. Sehingga mudah diakses, dan mobilisasi manusia menjadi semakin efekstif dan efisien," tutur Lily.
COO PT Intiland Development Tbk, Sinarto Dharmawan, mengatakan hal senada. Menurut dia, meskipun terjadi koreksi penjualan, namun tidak terlalu berdampak signifikan terhadap bisnis properti secara umum.
"Seperti kita ketahui, properti sangat bergantung pada pembangunan infrastruktur. Saat ini Presiden Joko Widodo, terus menggenjot realisasi pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia, dan ini sangat bagus buat perkembangan bisnis properti," timpal Sinarto.
Dia pun memprediksi, pelemahan akselerasi pertumbuhan bisnis properti hanya terjadi pada semester pertama. Semester kedua kisahnya akan berbeda. Pasar mulai menggeliat kembali.
"Likuiditas mulai longgar, perbankan mulai menurunkan suku bunga menjadi sekitar 9-10 persen. Ini akan menggenjot kredit properti. Saya pikiri kondisi sekarang aman untuk ekspansi properti," tambah Direktur Utama PT Ciputra Surya Tbk., Harun Hajadi.
Harun melanjutkan, untuk kota-kota dengan potensi demografi luar biasa besar, koreksi penjualan properti hanya berlangsung sesaat. Yang terpenting adalah, bagaimana pengembang mampu memproduksi properti dengan konsep, waktu, dan sasaran yang tepat.
"Buktinya SOHO Skyloft yang kami kembangkan sudah terjual habis. Padahal properti konsep small office home office (SOHO) di Surabaya terhitung sangat baru. Demikian halnya dengan Ciputra Office Tower yang sudah terjual 40 persen, dengan harga tak bisa dibilang murah yakni Rp 30 juta per meter persegi," tandas Harun.
Konsep properti
Ketiganya sepakat, bahwa properti kekinian, macam SOHO, yang secara spesifik didedikasikan untuk menampung gaya hidup kaum urban sekarang adalah yang paling diminati.
SOHO, kata Harun, merupakan konsep properti yang paling efektif dan harus menjadi pertimbangan utama masyarakat kota. Karena SOHO, mampu memenuhi kebutuhan untuk tinggal sekaligus bekerja, tanpa harus memikirkan tempat parkir, listrik, air, dan ruang pertemuan.