Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisnis Properti Tak Akan Pernah Mati

Kompas.com - 02/05/2015, 20:16 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

SERPONG, KOMPAS.com - Properti adalah kebutuhan primer. Sama vitalnya dengan kebutuhan akan pangan, dan sandang. Jika harus mereka ulang kejadian lima belas tahun silam, bisnis properti ternyata tidak pernah mati, meskipun ada krisis multidimensi.

Konsultan properti, Lily Tjahnadi, mengutarakan pendapatnya terkait bisnis properti dan perkembangan aktual saat kondisi ekonomi sedang melemah seperti sekarang, kepada Kompas.com, usai prosesi selebrasi peletakan batu pertama pembangunan Roseville SOHO & Suites, di Serpong, Sabtu (2/5/2015).

Menurut Lily, ekonomi makro boleh lesu, dan resesi bisa saja terjadi, namun bisnis properti tetap tumbuh. "Tidak pernah mati. Yang ada adalah stagnan. Nilainya tidak turun dan akan terus naik. Yang turun adalah pertumbuhan harganya," ujar Lily.

Terlebih untuk saat ini, lanjut Lily, kebutuhan (demand) tinggi karena populasi terus bertambah. Satu generasi muda produktif mulai muncul dengan beragam kebutuhan. Mereka mulai menghargai kehidupan, dan membutuhkan properti yang sesuai dengan gaya hidupnya, yakni yang dapat mengakomodasi kreativitas.

Tak main-main, kebutuhan hunian yang belum terpenuhi sekitar 33,5 juta unit. Sementara di sisi lain, yang sanggup dibangun oleh pemerintah dan pengembang swasta hanya 300.000 unit per tahun.

"Tingginya kebutuhan ini dan rendahnya pasokan, yang akan menstimulasi bisnis properti tetap jalan, dan tak akan pernah berhenti. Demikian halnya dengan jenis properti yang semakin digandrugi, terlebih yang unggul dari segi lokasi, posisi, dan strategis. Sehingga mudah diakses, dan mobilisasi manusia menjadi semakin efekstif dan efisien," tutur Lily.

COO PT Intiland Development Tbk, Sinarto Dharmawan, mengatakan hal senada. Menurut dia, meskipun terjadi koreksi penjualan, namun tidak terlalu berdampak signifikan terhadap bisnis properti secara umum.

"Seperti kita ketahui, properti sangat bergantung pada pembangunan infrastruktur. Saat ini Presiden Joko Widodo, terus menggenjot realisasi pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia, dan ini sangat bagus buat perkembangan bisnis properti," timpal Sinarto.

Dia pun memprediksi, pelemahan akselerasi pertumbuhan bisnis properti hanya terjadi pada semester pertama. Semester kedua kisahnya akan berbeda. Pasar mulai menggeliat kembali.

"Likuiditas mulai longgar, perbankan mulai menurunkan suku bunga menjadi sekitar 9-10 persen. Ini akan menggenjot kredit properti. Saya pikiri kondisi sekarang aman untuk ekspansi properti," tambah Direktur Utama PT Ciputra Surya Tbk., Harun Hajadi.

Harun melanjutkan, untuk kota-kota dengan potensi demografi luar biasa besar, koreksi penjualan properti hanya berlangsung sesaat. Yang terpenting adalah, bagaimana pengembang mampu memproduksi properti dengan konsep, waktu, dan sasaran yang tepat.

"Buktinya SOHO Skyloft yang kami kembangkan sudah terjual habis. Padahal properti konsep small office home office (SOHO) di Surabaya terhitung sangat baru. Demikian halnya dengan Ciputra Office Tower yang sudah terjual 40 persen, dengan harga tak bisa dibilang murah yakni Rp 30 juta per meter persegi," tandas Harun.

Konsep properti

Ketiganya sepakat, bahwa properti kekinian, macam SOHO, yang secara spesifik didedikasikan untuk menampung gaya hidup kaum urban sekarang adalah yang paling diminati.

SOHO, kata Harun, merupakan konsep properti yang paling efektif dan harus menjadi pertimbangan utama masyarakat kota. Karena SOHO, mampu memenuhi kebutuhan untuk tinggal sekaligus bekerja, tanpa harus memikirkan tempat parkir, listrik, air, dan ruang pertemuan.

"Kita tidak bisa menafikan gelombang gaya hidup seperti itu, di mana tinggal dan berkantor dalam tempat dan ruang yang sama sudah menjadi kebutuhan. Terbukti gedung Spazio yang kami kembangkan di Surabaya, sudah terjual seluruhnya. Mereka yang mengisi adalah perusahaan jasa, industri kreatif, dan juga start up company," ungkap Sinarto.

Dia menambahkan, hingga kini harga properti gaya hidup Spazio sudah menyentuh level Rp 30 juta per meter persegi. Padahal, saat dipasarkan pada dua tahun lalu, masih berada pada kisaran Rp 25 juta per meter persegi.

Saatnya membeli

Lily menyarankan, saat ekonomi melambat dengan pertumbuhan diprediksi hanya sekitar 5 persen, dan Rupiah masih belum normal justru merupakan momen yang tepat untuk membeli. Pasalnya, para pengembang berlomba memberikan hadiah, potongan harga, dan tawaran menarik dalam hal pembiayaan.

"Para pebisnis, investor, dan mereka yang mau membeli properti kedua, ketiga, dan seterusnya banyak yang melakukan aksi wait and see atau menunggu. Saat itulah momen bagi calon konsumen, terutama pembeli pertama, atau pengguna akhir (end user) untuk membeli," tambah Lily.

Meski demikian, kata Lily, jangan asal membeli. Konsumen harus mempertimbangan empat hal sebelum memutuskan membeli properti. Empat hal ini berlaku untuk semua jenis properti, mulai dari hunian, tempat usaha, perkantoran, ruko, atau rukan, serta proeprti dengan konsep baru lainnya.

Lily menjelaskan, faktor utama dan terpenting adalah lokasi. Lokasi merupakan fatsun yang disepakati para praktisi, dan pengamat properti, sebagai sangat menentukan potensi dan prospek pertumbuhan nilai properti.

"Jika pembeli adalah investor, lokasi strategis sangat penting. Properti harus mudah diakses, berada di pusat keramaian, dan berprofil tinggi (high profile). Sementara jika Anda adalah end user, lokasi menentukan pengeluaran rutin bulanan. Itu akan berdampak pada kemampuan beli secara keseluruhan," terang Lily.

Faktor kedua adalah mempertimbangkan konsep. Belilah properti yang sesuai dengan kebutuhan, dan gaya hidup, baik untuk rumah tinggal atau tempat usaha. Gaya hidup lima tahun ke depan tentu akan sangat berbeda dengan gaya hidup sekarang. Nah, properti dengan konsep one stop living seperti SOHO masih sangat diminati dalam waktu panjang.

Faktor ketiga adalah momentum pembelian. Belilah properti saat harganya belum merangkak naik, di bawah harga pasar, atau saat rilis perdana ketika diluncurkan. Kalau beli setelah progres konstruksi mencapai 30 persen, harganya juga mengikuti. Demikian halnya bila menunggu seluruh konstruksi terbangun, harganya akan semakin berlipat ganda.

"Tiga atau lima tahun lagi, saat properti dengan konsep one stop living jadi, maka harganya sudah tidak terjangkau lagi. Inilah yang kemudian dikatakan bisnis properti tidak akan pernah mati," imbuh Lily.

Faktor keempat, pertimbangkan reputasi pengembangnya. Rekam jejak sangat penting, terlebih kekuatan finansialnya.

Managing Director Grup Aldebaran, Fransiscus Lugito, mengamini. Menurut dia, ekuitas perusahaan penting, tidak bisa hanya mengandalkan uang konsumen (hasil penjualan). Untuk itulah, salah satu proyek yang tengah dikembangkannya, yakni Roseville SOHO & Suites Serpong mengandalkan ekuitas, hasil penjualan, dan juga pinjaman perbankan.

"Dari total kebutuhan dana sebesar Rp 500 miliar untuk membangun 143 unit SOHO, 881 unit apartemen, termasuk 9 unit griya tawang (penthouse), kami menerapkan komposisi ekuitas, hasil penjualan, dan pinjaman perbankan," kata Fransiscus.

Karena konsep yang ditawarkan adalah SOHO yang terhitung baru untuk kawasan Serpong, produk Grup Aldebaran ini disambut antusias. "Pasar yang kami incar pun sangat spesifik yakni kalangan muda baik profesional, keluarga, maupun pengusaha muda. Mereka antusias, hingga saat ini sudah terjual 55 persen," tutur Fransiscus.

Dari hasil penjualan tersebut, dan ekuitas yang dimiliki itulah, kata dia, pembangunan Roseville SOHO & Suites, sudah dimulais ejak 11 April 2015 lalu. Grup Aldebaran pun berani menargetkan serah terima awal 2018 dengan proyeksi penjualan lebih dari Rp 1 triliun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com